Rabu, 18 Januari 2017

MARTABAT 7 (TUJUH)



MARTABAT ALAM TUJUH ATAU MARTABAT 7 (TUJUH)
Ajaran martabat tujuh didalam tasawuf merupakan perkembangan dari ilmu tauhid yang diajarkan oleh Rasulullah, pada masa Rasulullah ajaran martabat tujuh tidak begitu dikenal, beliau tidak mengajarkan secara khusus. Kedudukan ilmu ini sama halnya dengan mempelajari ilmu fiqh, ushul fiqh, filsafat, ilmu dirayah hadist, riwayah hadist, ilmu Alqur'an dan ilmu tafsir, ilmu-ilmu ini merupakan pembahasan yang mengacu kepada dasar yang telah diajarkan oleh Rasulullah.

Ada beberapa hal yang menyebabkan ilmu-ilmu itu muncul.
Hadist Rasulullah, yang merupakan qauli (ucapan), fi'li (perbuatan) dan taqriri (ketetapan), ditulis oleh para periwayat hadist secara sederhana, sehingga tidak semua orang mampu mengerti kedalamannya.
Dengan bahasa yang digunakan oleh Rasulullah banyak diantara sahabat yang bukan orang asli Arab setempat tidak mengerti maksudnya. Hal ini disebabkan gaya bahasa yang disampaikan terlalu tinggi balaghahnya (bahasa perumpamaan), yang terasa sulit bagi kita untuk mengerti, akan tetapi pada saat itu para sahabat bisa langsung bertanya kepada Rasulullah apabila ada kalimat yang tidak bisa difahami.
Persoalan kadang juga muncul karena ada kata yang bersifat musytarak (satu kata banyak arti), sehingga sulit bagi generasi setelahnya untuk menentukan makna yang sebenarnya seperti kata :

لَمَسْتُمُ
yang memiliki dua arti yaitu menyentuh dan bersetubuh.
(Qs: An Nisa':43)
Kemudian di bidang Hadist, banyak para periwayat tidak menggunakan bahasa yang redaksinya berasal dari Rasulullah. Setelah mereka melihat perilaku Rasulullah, lalu mereka menulis redaksi hadist tersebut dengan bahasanya sendiri, sedangkan kita tahu bahwa setiap periwayat tidak semuanya berasal dari orang-orang Arab setempat, akan tetapi ada yang berasal dari Yaman, Madinah, Persia dan kaum Baduy yang berasal dari pegunungan, yang kesemuanya itu memiliki dialek yang berbeda.
Oleh karena itu wajarlah hikmah itu muncul dengan adanya ilmu-ilmu seperti ilmu balaghah, ilmu Bayan, ilmu ushul Fiqh, ilmu Dirayah, Riwayah, mustalahul hadist, ilmu tauhid dll.
Dengan demikian kita boleh menerima apa yang datang dari gagasan ulama masyhur, selama tidak bertentangan dengan Alqur'an dan Al hadist. Salah satunya tentang ajaran Martabat Tujuh. Tetapi apabila kita tidak setuju dengan pendapat ulama tersebut, sebaiknya kita menjadikan ilmu tersebut sebagai wacana keilmuan Islam yang berkembang .
Ajaran martabat tujuh di susun oleh Muhammad Ibn Fadhilah dalam kitabnya Al Tuhfah al Mursalah ila Ruhin-Nabi. Dalam kitab ini diterangkan bahwa Dzat Tuhan merupakan Wujud Mutlak, tidak dapat dipersepsikan oleh akal, perasaan, khayal dan indera.. Dzatullah sebagai aspek bathin segala yang maujud (ada), karena Tuhan meliputi segala sesuatu (Lihat surat Fushilat : ayat 54) dan untuk bisa memahami wujud Tuhan yang sebenarnya secara transenden harus setelah bertajalli sebanyak tujuh martabat.
Kata “tajali” (Ar.: tajalli) merupakan istilah tasawuf yang berarti ”penampakan diri Tuhan yang bersifat absolut dalam bentuk alam yang bersifat terbatas. Istilah ini berasal dari kata tajalla atau yatajalla, yang artinya “menyatakan diri”.
Konsep tajali beranjak dari pandangan bahwa Allah Swt dalam kesendirian-Nya (sebelum ada alam) ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya. Karena itu, dijadikan-Nya alam ini. Dengan demikian, alam ini merupakan cermin bagi Allah Swt. Ketika Ia ingin melihat diri-Nya, Ia melihat pada alam. Dalam versi lain diterangkan bahwa Tuhan berkehendak untuk diketahui, maka Ia pun menampakkan Diri-Nya dalam bentuk tajali.
yakni Seperti yang digambarkan dalam surat Al-Ikhlas Ayat 1-7 :
  • QULHUALLAHU AHAD = ALAM AHADIAT = DZAT = AL
  • ALLAHUS SOMAD = ALAM WAHDAT = SIFAT = LAHU
  • LAM YALID = ALAM WAHIDIAT = ASMA’ = MU
  • WALAM YULAD = ALAM ARWAH = AF’AL = HAM
  • WALAM YAKULLAHU = ALAM MITSAL = MAD
  • KUFUAN = ALAM AJSAM = A
  • AHAD = ALAM INSAN = DAM
Hakekatnya angka 7 (Tujuh) pada alam ini,seperti hari yang tujuh, tujuh lagit, tujuh bumi, hakekatnya itu dari pada alam yang disebut diatas, artinya alam yang tujuh itu adalah alam perjalanan Allah - Muhammad - Adam.
Oleh sebab itu wajib diketahuinya oleh kita semua, kalau kita ingin menelusur asal muasalnya diri kita. Sebab kalau tidak diketahui dari sekarang jalan-jalan dan alat-alatnya, tentu akan tersesat nanti, tidak akan bisa kembali lagi ke asalnya, karena tidak ketemu lagi dengan jalannya waktu tadi, ketika kita turun dari alam akherat ke alam dunia. Sekarang martabat alam tujuh itu, akan saya terangkan serta memakai perumpamaan dengan gambarnya, supaya mudah untuk dimengertinya.


KETERANGAN

TENTANG TINGKATAN TALJALI DZAT


Firman Allah Surat Al Muminūn ayat17:
 
Dan sesungguhnya Aku telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit). Dan Aku tidaklah lengah terhadap ciptaan (Ku).

  Ketujuh alam itu adalah:

Alam Ahadiat, 2.Alam Wahdat, 3. Alam Wahidat, 4. Alam Arwah, 5. Alam Ajsam, 6. Alam Misal dan 7. Alam Insan Kamil.

Terbukti bahwa dunia ini diisi dengan Tujuh Hari, hakikatnya yaitu alam yang di atas, tegasnya alam yang tujuh itu adalah perjalanan “Allah-Muhammad-Adam”. Oleh sebab itu wajib diketahui oleh kita. Bila kita ingin menelusuri jalan kembali ke Asal, sedangkan kita tidak mengetahui dari sekarang jalan-jalannya dan barang-barangnya, pasti kita akan tersesat, tidak akan bisa kembali lagi ke Asal. Karena kita tidak menemui lagi jalan ketika kita turun dari Ahirat ke Alam Dunia.


TAJALI DZAT ITU TERBAGI ATAS 7 MARTABAT ALAM

    MARTABAT AHADIYAT

Martabat ini dinamakan pula dengan Martabat “Kunh Dzat” yaitu keadaan Zat semata-mata. Dari sini nyata apa yang dinamakan Sifat dan Asma tidak ada. Martabat lain yang lebih atas dari pada ini, semua martabat yang berikut ini, bersumber dari Martabat ini.


Alam ini adalah alam sebelum Allah SWT menciptakan alam semesta, atau arasy, kursi, bumi dan langit, surga dan neraka. Disebut alam “Sajatining Suwung” (Kesunyian Sejati). Martabat Yang Maha Suci, Dzat laesa kamislihi, Dzat yang tiada umpamanya.

Pada alam inilah timbulnya kalimat “ashadu” atau “tasdied”. Dari manakah timbulnya “ashadu” ini, dan apa yang menjadikan kalimat tersebut dan apa maksudnya? Maka seperti apakah sehingga tiada umpamanya? Apakah karena Maha Kuasa? Atau karena Maha Agung? Atau karena Maha Esa?
Jika karena Maha Kuasa, sedangkan pada masa itu belum ada ciptaan-Nya, karena yang disebut Kuasa itu harus ada bukti dahulu ciptaannya, sedangkan di Alam Ahadiat itu jangankan manusia, Ahirat dan Dunia pun belum ada.

Jika karena Maha Agung, sedangkan pada masa itu belum ada yang hina di Alam Ahadiat tadi, ada sebutan Agung bila sesudah ada yang dihinakan.
Jika karena Maha Esa, sedangkan pada masa itu cuma ada satu, sedangkan ada satu itu setelah ada yang banyak.

Bagaimana pengertiannya? Agar dalil Dzat laesa kamislihi berlaku? Beginilah, jika setuju, sebabnya Alam Ahadiat disebut alam Dzat laesa kamislihi artinya dzat yang tiada umpamanya, karena terlalu Suci, artinya bersih tidak ada sifat-sifat-Nya begitu pula nama-Nya. Maka akan diumpamakan dengan apa jika tidak ada sifatnya?

Firman Allah Surat Al Qashash ayat 75:

Dan Aku datangkan dari tiap-tiap umat seorang saksi, lalu Aku berkata "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu", maka tahulah mereka bahwasanya yang hak itu kepunyaan Allah dan lenyaplah dari mereka apa yang dahulunya mereka ada-adakan.

Maka disaksikan pula oleh dalil yang Maha Suci yaitu billa haefin, artinya tak berwarna dan tak berupa, tidak merah tidak hitam, tidak gelap tidak pula terang. Billa makanin, artinya tidak berarah tidak bertempat, tidak di barat tidak di timur, tidak di utara maupun di selatan, tidak di atas maupun di bawah. Begitulah keterangannya. Tidak dapat ditunjukan di mana adanya, karena terburu oleh tidak dan bukan. Karena terhalang oleh bukti.

Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan daripada-Nya, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan daripada-Nya, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [Q.S. Ali Imrān, 3:18]

Apa sebabnya Allah menciptakan Alam Ahadiat? Karena sifat Allah yang pemurah dan penyayang, Rahman dan Rahim. Sifat Rahman dan Rahim hanya dapat dinyatakan dengan AMAL, amal itu adalah GERAKAN/PERBUATAN.

Manusia baru bisa disebut mempunyai sifat MURAH bila ia mau memberi dengan hati yang rela dan ikhlas. Memberi dalam artian “memberikan hak sendiri terhadap sesuatu hal yang dimilikinya untuk menjadi milik yang menerima”.

Melepaskan hak terhadap sesuatu hal merupakan “amal lahir dan batin”, karena hal yang demikian mengandung gerakan untuk menyampaikan atau melahirkan sesuatu hal dengan rela (lahir) dan ikhlas (batin).

Manusia baru disebut mempunyai sifat KASIH-SAYANG seumpamanya ia mencari dan memelihara hubungan erat dengan “kekasihnya”. Mencari dan memelihara HUBUNGAN (TALI) berarti juga AMAL yang memerlukan suatu gerakan.

Allah dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya dimohonkan bergerak untuk mencipta. Alam yang semula kosong dan gelap-gulita, pada suatu saat memperlihatkan suatu cahaya bulat yang bersinar, dari sana menjelma menjadi semesta alam, di mana secara bertahap diisi dengan “perhiasan-Nya”.

Surat Yāsīn ayat 82 berbunyi:

Sesungguhnya perintah-Nya apabila Allah menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
"Jadilah!" maka terjadilah ia.



    MARTABAT WAHDAT

Martabat ini adalah tingkatan Sifat secara keseluruhan (Ijmal) dengan segala nama, disinilah hakikat Nabi kita Muhammad SAW, yaitu sebagai asal jadi dari segala yang jadi, Hawiyatul Alam atau Hakikat Alam. Segala apapun adalah dari pada Nur Nabi kita Muhammad SAW, sebagaimana sabda beliau.:


ﺍﻮﻞ ﻤﺎﺧﻟﻖﺍﷲ ﻧﻮﺮﻧﺒﻴﻚ ﻴﺎ ﺠﺎﺒﺮﻮﺧﻟﻖ ﻤﻧﻪ ﺍﻷ ﺷﻴﺎﺀ ﻮﺍﻧﺖ ﻤﻦ ﺗﻟﻚ ﺍﻵ ﺷﻴﺎﺀ


“AWWALUMA KHALAQALLAHU NURA NABIYYIKA YA JABIRU WA KHALAQA MINHUL-ASYYA’A WA ANTA MIN TILKAL ASYA’I,,


Artinya :

Mula-mula yang Allah jadikan adalah Nur Nabimu ya ,,Jabir. Dan Allah jadikan dari pada Nur itu, segala sesuatu ini, dan engkau hai ,,Jabir termasuk pada sesuatu itu.


Pada Hadits yang lain Nabi bersabda :


ﺍﻧﺎﻤﻦ ﺍﷲ ﻮﺍﻟﻤﻮ ﻤﻧﻮﻦ ﻤﻧﻲ


“ANA MINALLAHI WAL MU’MINUNA MINNI,,


Artinya :

Aku adalah dari pada Allah, dan orang-orang mukmin adalah daripadaku.


ﺍﻦﺍﷲ ﺧﻟﻕ ﺮﻮﺡ ﺍﻟﻧﺑﻲ ﺼﻟﻰﺍﷲﻋﻟﻴﻪ ﻮﺴﻟﻢ ﻤﻦ ﺯﺍﺗﻪ ﻮﺧﻟﻖ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﺒﺎﺀ ﺴﺮﻩ ﻤﻦ ﻧﻮﺮﻤﺤﻤﺪ ﺼﻟﻰﺍﷲﻋﻟﻴﻪ ﻮﺴﻟﻢ



“ INNALLAHA KHALAQA RUHANNABIYYI SHALALLAHU ‘ALAIHI WASALLAMA MIN DZATTIHI WA KHALAQAL ‘ALAMA BIASRIHI MIN NURI MUHAMMADIN SAW. ,,

Artinya :

Sesungguhnya Allah ciptakan Roh Nabi Muhammad dari pada Dzat-Nya, lalu Allah ciptakan alam dengan rahasiah-Nya daripada Nur Muhammad SAW.


ﻴﺎﺠﺎﺒﺮﺍﻦﺍﷲ ﺧﻟﻕ ﻗﺒﻞﺍﻵﺷﻴﺎﺀ ﻧﻮﺮﻧﺒﻴﻚ ﻤﻥ ﻧﻮﺮﻩ



“ YA JABIRU INNALLAHA KHALAQA QABLAL ASYYA’I NURA NABIYYIKA MIN NURIHI. ,,


Artinya :

Ya ,,Jabir Sesungguhnya Allah ciptakan sebelum adanya sesuatu adalah Nur Nabimu daripada Nur-Nya.


ﻠﻗﺪ ﺠﺎﺀ ﻛﻢ ﻤﻥﺍﷲ ﻧﻮﺮ


“ LAQAD JA’AKUM MINALLAHI NURUN. ,,


Artinya :

Sungguh telah Allah datangkan untuk kamu Nur daripada Allah yaitu Nur Muhammad SAW.


ﻴﺎ ﺍﻴﻬﺎ ﺍﻠﻧﺎﺲ ﻗﺪ ﺠﺎﺀ ﻜﻢ ﺍﻠﺤﻖ ﻤﻦ ﺮﺒﻜﻢ


“ YA AYYUHANNASU QOD JA ‘AKUMUL HAQQU MIN RABBIKUM.,,


Artinya :

Wahai manusia, telah datang Al-Haq dari pada Tuhan-Mu yaitu Nabi kita Muhammad SAW.


Alam ketika segala sesuatu belum terjadi dan belum menjadi wujud. Ibaratnya sebuah pohon di mana akar, daun, batang, bunga dan buahnya masih berada dalam sebuah biji. Martabat Sifat-Nya Yang Maha Suci, jadi di Alam Wahdat yang Dzat laesa kamislihi tadi menjadi Dzat Sifat, rupanya Terang Benderang, yaitu yang disebut Johar Awal. Johar artinya Terang, Awal artinya Pertama, artinya yang Terdahulu Ada sebelum Bumi dan Langit apalagi manusia ada. Johar Awal inilah yang disebut Hakekat Muhammad. Johar awal itu adalah Nur, Cahaya Yang Maha Suci, para Wali menyebutnya Segara Kehidupan atau Sajatining Sahadat (Sahadat Sejati), karena terpadunya antara Dzat dan Sifat atau Allah dan Muhammad pada Hakikatnya. Alam ini oleh sebagian ahli Tarekat disebut SAJATINING KUBUR, atau KUBUR SAJATI.

Menurut bahasan ulama terkenal Ibn Al-‘Arabi dalam kitab “Futuha”, halaman 151-155 menerangkan demikian:

Meanifestasi Tuhan yang pertama adalah berupa awan (embun) atau al-‘ama alhaba, yang digambarkan juga sebagai “nafas Tuhan”, yang ada pada pangkuan-Nya, sebelum ada apa-apa yang dijadikan. Awan tersebut belum nyata atau menjadi wujud, tapi juga tidak bisa “tidak ada”, jadi suasana dari kemungkinan untuk ada. Awan ini dianggap sebagai unsur NEGATIF ketika Tuhan melaksanakan ciptaan-Nya, sedangkan Nur Ilahi yang bersinar itu adalah unsur POSITIF. Oleh karena ada persenyawaan antara unsur Negatif dan unsur Positif, maka jadilah semua kenyataan yang mengisi seluruh alam semesta”

Sebanyak-banyaknya jenis bentuk (wujud) yang tampak, tidak dapat digambarkan oleh ungkapan bahasa, segala suatu asalalnya SATU, yanitu DZAT ALLAH.

Pada Surat Lukman ayat 27 diterangkan demikian:

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Jangankan yang sudah menjadi wujud, yang belum jadi pun, yang masih berada di alam angan-angan, alam cita-cita manusia, Allah pasti mengetahuinya.

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Allah berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al Baqarah, 2:29)

Angan-angan ini pasti keketahui Allah SWT, angan-angan ini disebut angan-angan abadi yang berada di Alam Wahdat, diketahui-Nya selama berabad-abad sebelum keluar menjadi kenyataan. Angan-angan ini adalah SARI daripada kenyataan, atau disebut juga SIR.

Tiada satu hal pun yang lepas dan bebas dari hadirat Ilahi, tidak ada satupun yang lolos dari pengaruh-Nya atau berada di luar pengaruh-Nya, baik yang sudah tercipta maupun yang belum.
Semua kejadian terjadi dari pada angan-angan, oleh sebab itu angan-angan tadi dianggap seperti KENYATAAN SEJATI, semua gambaran yang berada dalam angan-angan disebut A’jan Tabita atau sari-pati yang pasti.

Surat Al An’am ayat 59 berbunyi demikian:

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Allah sendiri, dan Allah mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Allah mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz).

Kitab Centini menerangkan alam angan-angan demikian:
“Tuhan itu seperti Ki Dalang, bersembunyi di dalam kegaibanhairat-Nya. Dia menggerakan tanpa wayang, ceritranya selesai pada saatnya pagelaran wayang akan dimulai. Ki Dalang menerima upahnya sebelum ada undangan pada saat keadaan sepi, kosong terdengarnya suara gamelan diikuti oleh kegaduhan”

Keterangan dari paradoks-paradoks di atas demikian:
Sebelum alam semesta beserta isinya diciptakan, Allah sudah mengatur segala sesuatunya dalam “Intelek-Nya” (Lohmahfuz), semua cerita dan lakon sudah disusun rapih, semua sudah digelarkan sebelum wayang datang, semua sudah dikisahkan sebelum manusia berada di alam dunia.

” dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz).”

Pada tempat yang begitu sepi dan kosong, belum ada manifestasi materi, yang bisa tersaksi adalah kegaduhan alam angan-angan, kesibukan yang sama kenyataannya dengan di dunia. Dan begitu wayang nampak di jagad raya, maka cerita dan lakonnya yang akan digelar di alam angan-angan tadi TIDAK BISA DIRUBAH.

Angan-angan Allah dapat menjelma dengan keadaan menurut dua jalan, langsung dan tidak langsung.

Surat Al Baqarah ayat 255:

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Keadaan-keadaan yang jadi dengan tidak langsung dari angan-angan dan nantinya jadi kenyataan yaitu semua keadaan yang dicipta oleh manusia.

Sebelum ciptaan manusia dibentuk dan menjelma seperti kenyataan, maka ciptaan-ciptaan itu merupakan angan-angan yang bersembunyi di dalam alam angan-angan.
Angan-angan yang cocok dan seimbang dengan kehendaknya, diterima oleh “pancaindera batin” manusia, dan setelah meliwati BUDHI masuk ke Pusat AKAL yang akhirnya menjadi anasir PIKIRAN, dan ditambahkan kepada anasir-anasir pikiran yang terjadi dari tangkapan “pancaindra-lahir”, dengan demikian manusia menciptakan sesuatu hal.

Jelasnya, LOGIKA yang formil, proses berpikir itu tunduk kepada hukum-hukum pikir, antara lain:
a. hukum persamaan,
b. hukum perlawanan,
c. hukum dasar mencukupi.

Seandainya kita menganalisa proses berpikir yang paling sederhana, misalnya kita melihat sebuah KURSI, maka kursi tadi menjadi obyek pemikiran kita.
GAMBAR KURSI setelah meliwati penglihatan mata, masuk ke “pusat penglihatan”, baru kita dapat melihat kursi dimaksud.

KURSI yang “sebenarnya” dan “GAMBAR KURSI” di dalam “pusat penglihatan” – otak merupakan DUA KENYATAAN yang sangat berbeda.

KURSI yang disaksikan kita, yang dibuat dari kayu dan GAMBAR KURSI yang ada di dalam otak, disusun dari DAYA ELEKTRIK HIDUP (bio-electron).

KURSI yang sebenarnya tersaksi oleh kita, terlihat dan bisa diraba, dengan GAMBAR KURSI yang ada di dalam otak adalah DUA KENYATAAN yang bertentangan, yang pertama berupa benda (materi, konkrit) dan yang kedua merupakan ruh (abstract).

Oleh karena itu proses berpikir ini tunduk kepada “hukum perlawanan”.

GAMBAR KURSI yang di dalam otak tadi, pada saatnya akan masuk ke dalam alat-pikir kita yang sifatnya adalah Batin, yaitu BUDHI (ratio), seperti juga “daya elektris hidup” (bio-electron) yang terdiri dari elektron-elektron bebas.
BUDHI yaitu alat-berpikir kita yang metaphisis (di atas tenaga akal), karenanya ke-beradaanya pun di alam metaphisis, di antaranya alam angan-angan yang terdiri dari electron-electron bebas dan menjadi ANGAN-ANGAN ALLAH.

KURSI yang dibuat dari kayu, SEBELUM dibikin oleh tukang kau, yang memiliki niat membuat kursi, lebih dahulu mempunyai ide (ANGAN-ANGAN), dari hal kursi yang akan dibuat olehnya, baik dari mulai kayunya, modelnya, warnanya dan sebagainya,
Oleh karena manusia menerima ANGAN-ANGAN dari Alam Angan-angan, maka yang dimaksud itu memiliki GAMBAR di dalam Alam Angan-angan.

Jadi Gambar Kursi yang memasuki otak terus menuju Budhi, bertemu dengan GAMBARNYA SENDIRI di Alam Angan-angan yang tida berbeda di dalam HAKEKATNYA: KEDUANYA terdiri dari electron-electron hidup. Dalam hal ini pemikiran kita tunduk kepada “hukum persamaan”.
Tetapi sebelum “hukum persamaan” ini berjumpa dengan ISBAT-nya ketika berjumpa antara pemikiran mengenai Gambar Kursi dan Angan-angan dari hal Kursi, masih dalam Alam Angan-angan, harus terlebih dahulu ada DASAR yang melengkapi, yaitu persesuaian antara Gambar Kursi dalam Budhi dengan Gambar Kursi di Alam Angan-angan. Untuk saling mendekatkan yang akhirnya akan “mahabbah” (awor) kedua-duanya menjadi SATU, menurut hukum resonansi, karena hakekatnya sama benarnya. Pemikiran ini tunduk kepada hukum-dasar-mencukupi.

Kursi yang dibuat dari kayu dan dihadapi oleh kita, untuk kita merupakan suatu HAL atau THESE.
Setelah Kursi ini di dalam otak kita menjadi Gambar Kursi, maka Gambar Kursi ini berlawanan sekali pada HAKEKATNYA dengan kursi yang dihadapi. Perbedaan ini disebut ANTITHESE.
Baru setelah Gambar Kursi masuk kedalam Budhi maka berlaku “hukum persamaan” dengan Angan-angan kita. Mengenai kursi yang ada dalam Alam Angan-angan dan Gambar Kursi timbul persesuaian maka disebut SYNTHESE.

Demikianlah sedikit uraian mengenai Alam Wahdat atau Alam Angan-angan dari sudut pandang LOGIKA.

    MARTABAT WAHIDIYAT

Martabat ini nyata pula Sifat dan Asma itu, dalam arti Munfashil (Terurai). Pada Martabat Wahdat nyata Sifat dan Asma dalam arti Ijmal, maka pada martabat ini adalah dalam arti Munfashil. Dari sini pula lahirnya “Kalam Qadim”, yaitu “ANNAHU ANALLAHU,, Artinya : Aku-lah Allah.



ﺒﻲﻜﺎﻦ ﻣﺎﻜﺎﻦ ﺒﻲ ﻴﻜﻮﻦ ﻤﺎﻴﻜﻮﻦ ﻓﻮﺠﻮﺪﺍﻠﻌﻮﺍﻠﻢ ﺒﻲ


“BI KANA MA KANA, BI YAKUNU MA YAKUNU, FAWUJUDUL ’AWALIMI BI,,


Artinya :

“ Dengan Aku ada, apa saja yang telah ada, dan dengan Aku akan ada apa saja yang akan ada. Maka adanya semua ‘alam ini adalah denganKu”.



ﻜـﻧﺖ ﻜـﻧﺰا ﻤﺧـﻔـﻴﺎ ﻓﺎﺀ ﺤـﺒـﺒـﺖ اﻦ اﻋـﺮﻒ ﻓـﺧـﻠﻘﺖ اﻠﺧﻠﻕ ﻠﻴـﻌﺮﻓـﻧﻲ


“ KUNTU KANZAN MAKHFIYYAN, FA AHBABTUAN ’URAFA FA KHALAQTUL KHALAQA LIYA’RIFANI.,,

Artinya : “Aku adalah Rahasiah (Perbendaharaan) Yang tersembunyi. Lalu Aku berkeinginan agar dikenal, kemudian aku Ciptakan alam serta makhluk (Muhammad) tidak lain agar mereka bisa Ma’rifat (mengenal) kepada Aku”.

AL-INSANU SIRRI WANA SIRRUHUU

Artinya : “Manusia adalah gudangnya rahasiahku dan AKU adalah gudang rahasiahnya”. Dan tak akan memuat Dhat-KU (Zat Allah) Bumi dan langitku kecuali hati hamba-hambaku yang mukmin yang Lunak (ikhlas), dan tenang (Sabar lagi Mutmainah).


ﺍ ﻟﻒ ﺍﻟﺬ ﺍﺖ ﺳﺎ ﺮﻯ ﺳﺮﻫﺎ ﻓﻰ ﮐﻞ ﺬﺮﺓ ﻮﺤﺎﺀ ﺤﻴﺎﺓ ﺍﻠﻌﺎﻠﻢ ﺍﻠﺬﻯ ﻤﻧﻪ ﻤﺒﺪﺍﺀ ﻩ ﻮﻤﻗﺮﻩ


“ALIFU DZATI SAARI’UN SIRRUHAA FI KULLA DZARATIN, HA ‘UN HAYATUL’ ALAMI ALLADZI MINHUMMABDA’UHU WA MAQARRUHU,,

Artinya :

Alif Dzat adalah Mesra rahasiahnya pada segala zarrah, dan Ha adalah Hayatul Alam (Kehidupan alam semesta), dari situlah permulaannya dan menetapnya.


Alif dan Ha yang dimaksud ini di I’tibarkan dari huruf-huruf yang tertera pada nama Nabi kita Muhammad SAW dengan nama yang lebih dikenal dilangit dengan sebutan “Ahmad”.



Martabat Asma Yang Maha Suci, kejadian dari Johar Awal dan Alam Wahdat tadi maka timbullah cahaya dan menjelma menjadi empat sinar, yaitu:

1. Narun Warna Merah
2. Hawaun Warna Kuning
3. Maun Warna Putih
4. Tarobun Warna Hitam

Jadi keempat sinar itu yang disebut NUR MUHAMMAD, sedangkan Muhammadnya adalah Johar Awal, benda Nur Muhammad Cahaya Empat itu disebunya Hakekat Adam, yaitu Asma Yang Maha Suci.

• Cahaya Merah menjadi Hakekat Lafadz Alif.
• Cahaya Kuning jadi Hakekat Lafadz Lam awal.
• Cahaya Putih menjadi Hakekat Lafadz Lam ahir.
• Cahaya Hitam menjadi Hakekat Lafadz Ha.
• Johar Awal menjadi hakekat Lafads Tasdid.

Sariatnya menjadi simbolisasi lafadz ALLAH, jadi Sinar (Cahaya) tadi yang menjadikan bibit terbentuknya tujuh Bumi tujuh Langit dengan segala isinya, begitu pula Agama berasal dari situ. Alam ini disebut juga Alam Tunggal Sejati, atau Sajatining Tunggal.

Surat Al Baqarah ayat 117:

Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Allah berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Allah hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah". Lalu jadilah ia.

Di atas dinyatakan bahwa Nur Muhammad terdiri dari empat sinar Merah, Kuning, Putih dan hitam. Bagaimana menurut Ilmu Tarekat hubungannya dengan gerakan Shalat.

a. Merah – unsur api. Zat pembakar yang mempunyai rasa panas, wataknya selalu menuju ke atas, tidak ada puncak api yang menuju ke bawah. Warna merah malambangkan nafsu Amarah, tidak mau diungguli, selalu tegak. Simbol hurufnya adalah “Alif”, dalam pelaksanaan sholat adalah “Takbiratul Ikhram”

b. Kuning – unsur angin. Unsur kimia N (nitrogen). Tabiat angin adalah berkelok-kelok dan halus. Sinar kuning melambangkan nafsu Sufiah, berdomisili pada mata. Manusia yang terpengaruhi oleh nafsu ini tidak memiliki pendirian, mudah terpengaruh oleh ceritera orang lain. Simbol hurufnya adalam LAM awal, pada gerakan shalat adalah gerakan “ruku”.

c. Putih – unsur air. Inilah unsur kimia H (hydrogen). Tabiatnya dingin, wataknya ingin selalu menuju tempat yang rendah. Warna putih melambangkan nafsu Lauwamah yang berdomisili pada lidah. Bila manusia terpengaruh oleh nafsu ini tidak ingin berhenti berbicara. Simbol hurufnya adalah LAM akhir, pada gerakan shalat adalah “sujud”.

d. Hitam – unsur bumi. Menurut ilmu pengetahuan adalah zat arang atau carbon (C), tabiatnya “diam”. Wataknya kekal dan kokoh. Warna hitam melambangkan nafsu Muthmainah yang membawa kepada kesabaran dan keagamaan. Berdomisili pada hati. Manusia yang terpengaruh oleh nafsu ini tidak banyak berbicara, banyak diam. Simbol hurufnya adalah HA, pada gerakan shalat adalah sikap “Tumaninah”.

Pada Alam inilah mulai timbulnya kalimah MUHAMMAD, yang mempunyai arti YANG TERPUJI, pada Alam Wahidat di mana terciptanya BUMI, LANGIT, MATAHARI, BULAN DAN BINTANG-BINTANG beserta segala isinya.

Siapakah yang dapat meniru membuat seperti alam semesta tadi? Apakah penciptaan itu adalah YANG TERPUJI? Yang penjelmaannya karena mempunyai sifat RAHMAN dan RAHIM.
Pada Alam ini pula terciptanya agama yaitu:

1. Keberadaan Sahadat yaitu karena adanya Johar Awal.
2. Keberadaan Shalat yaitu karena adanya Sinar Merah.
3. Adanya Zakat yaitu karena adanya Sinar Kuning.
4. Adanya Puasa yaitu karena adanya Sinar Putih.
5. Adanya Ibadah Haji yaitu karena adanya Sinar Hitam.

Jelaslah bahwa semua berasal dari Asma Allah, Hakekatnya Nur Muhammad dengan Empat Sinar, kelima Johar Awal.



Syari’atnya adalah Lafad ALLAH, itulah sumber semua makhluk yang berada di Tujuh lapisan Bumi, dan makhluk yang berada di Tujuh lapisan langit.
Demikian Halnya, RUKUN ISLAM juga berasal dari cahaya tersebut di atas, dan gambaranya adalah sebagai berikut :
  • Syahadat = Karena adanya Johar Awwal
  • Sholat = Karena adanya Cahaya Merah
  • Zakat = Karena adanya Cahaya Kuning
  • Puasa = Karena adanya Cahaya Putih
  • Naik Haji = Karena adanya Cahaya Hitam
Demikian halnya Waktu Sholat juga berasal dari cahaya yang sama dan gambaranya adalah sebagai berikut :
  • Subuh = Bagian Nabi Adam
  • Dzuhur = Bagian Nabi Ibrohim
  • Ashar = Bagian Nabi Nuh
  • Mahgrib = Bagian Nabi Isa
  • Isya = Bagian Nabi Musa
Demikian juga Rukunnya Sholat 5 Perkara :
  • Berdiri
  • Takbiratul ikhram
  • Ruku
  • Sujud
  • Duduk
Juga Para Sahabat empat, kelimanya Rosulullah :
  • Sahabat Abu bakar As Shidiq
  • Sahabat Umar bin Khatab
  • Sahabat utsman bin Affan
  • Sahabat Ali bin Abi Thalib
  • Kanjeng Rosulullah
Mazhab juga berjumlah empat kelima Baitullah:
  • Mazhab Syafi’i
  • Mazhab Hanapi
  • Mazhab Hambali
  • Mazhab Maliki
  • Baitullah
Demikian gambaran dari Asmanya Allah Ta’ala, Hakikatnya NUR MUHAMMAD adalah Cahaya yang empat kelima Johar Awwal.
Dari sini pula lahirnya “Kalam Qadim”, yaitu “ANNAHU ANALLAHU,, Artinya : Aku-lah Allah.
“ Dengan Aku ada, apa saja yang telah ada, dan dengan Aku akan ada apa saja yang akan ada. Maka adanya semua ‘alam ini adalah denganKu”.
“Aku adalah Rahasia (Perbendaharaan) Yang tersembunyi. Lalu Aku berkeinginan agar dikenal, kemudian aku Ciptakan alam serta makhluk (Muhammad) tidak lain agar mereka bisa Ma’rifat (mengenal) kepada Aku”.
“Alif Dzat adalah Mesra rahasiahnya pada segala zarrah, dan Ha adalah Hayatul Alam (Kehidupan alam semesta), dari situlah permulaannya dan menetapnya.”
Alif dan Ha yang dimaksud ini di I’tibarkan dari huruf-huruf yang tertera pada nama Nabi kita Muhammad SAW dengan nama yang lebih dikenal dilangit dengan sebutan “Ahmad”.
Jadi, jelaslah, benih-benih kejadian berasal dari Cahaya Tuhan. Setiap penciptaan berasal dari-Nya. Setiap gerakan, tindakan, perkataan, pemikiran, angan-angan, semuannya bermula dari benih tersebut. Tidak ada satu gerakan pun dari makhluk yang lepas dari benih tersebut.
Dalam martabat ini pula Tuhan melahirkan Kehendak-Nya. Kehendak atau Iradat tersebut Dia salurkan dalam setiap benih kejadian. Tumbuhlah benih tersebut menjadi akar yang menjalar ke bawah. Akar atau Kehendak Tuhan inilah yang menjadi pondasi setiap ciptaan, maka segala sesuatu memiliki akar kejadian yakni berada di bawah kendari Tuhan dan terjadi atas kehendak-Nya.
Kehendak Tuhan merupakan ketetapan yang pasti atau takdir. Tuhan menyimpan taikdir tersebut di suatu tempat yang tersembunyi hingga tak satu pun yang mengetahuinya, kecuali orang-orang tertentu yang Dia beri kekuasaan untuk mengetahuinnya. Tuhan pun berfirman: ” Sesungguhnya Allah memiliki takdir (ketetapan) terhada segala sesuatu.” Dengan takdir inilah benih tersebut tumbuh keatas menjadi batang. Batang tersebut mampu tumbuh keatas karena memiliki kemampuan atau kudrat yang berasal dari Kudrat-Nya. Semakin tinggi batang itu naik hingga bercabang menjadi dua. Inilah sifat makhluk sejati, yakni bercabang menjadi dua yang saling berpasangan. Tuhan membuat keadaan makhluk menjadi berpasangan sebagai tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya. Dia memerintahkan agar manusia mengenal dua sifat yang saling berlawanan ini, “Dan Aku menciptakan laki-laki dan perempuan agar mereka saling mengenal satu sama lain.” Ini menjadi petunjuk bagi manusia untuk tidak dalam penampakan kemakhlukan yang memiliki dua pasangan. Manusia yang masih mengagungkan salah satu sifat pasangan dan mengesampingkan sifat lainnya akan tersesat. Padahal dua-duanya berasal dari-Nya. Inilah martabat yang bersifat kemakhlukan namun masih menjadi satu dan belum terpisah-pisahkan. Semua kejadian makhluk masih berbentuk konsep yang tersimpan rapi dan terjadi di sisi-Nya.
Adapun alam Wahidiyat (malakut) itu adalah pada mertabat Tain Sani artinya pernyataan yang kedua, maka dinamakan Ismul ASMA 'Tuhan bernama WAHADIAH. Dinamakan Wahadiah itu adalah Zatul AHADIAH MAUSUP SIFATUL Wahdah.


Dinamakan juga A’YAN TSABITAH artinya : Benda-benda yang ada sebelum Dari wujudnya di luar. Tidak ada di sana itu melainkan zatnya dan segala sifatnya yang qadim ini, yaitu yang belum keluar lagi dari kalimat "KUN". Ia tidak mencium bau ada sekali-kali "kai-nun" yaitu setiap adanya itu ada permanen seperti ada jua. Benda-benda yang ada sebelum Dari wujudnya di luar.
Dinamakan AL Kanzul MAKHFI artinya perbendaharaan yang tersembunyi
Dinamakan AL-'AMA artinya yang kelam atau gelap
Dinamakan ALAM HAKIKAT, ROHANI, NYAWA ADAM, ALAM QALBI, ALAM akhirah, ALAM INSAN BATIN, ALAM KAYANGAN
Maka jadilah ROHANI yang dinamakan nyawa Adam, nyawa kita. Maka nyawa kita yang belum bertubuh dengan nama ROHANIUN. Maka Rohani itulah yang mendoakan jasadnya yang menjadi ADAM, maka jadilah Adam Awal. Di kala Tain Sani ada Nafi dan Isbat, berkumpul dan bercerai, karena itu Tuhan jadikan ALAM ROH dari alam malakut.
Maka dari alam Wahidiyat (malakut) itu turunlah: -
a. ALAM RUH/ARWAH
b. ALAM MISAL
c. ALAM AJSAM
d. ALAM INSAN
Adapun Rohani itu Afa’al Muhammad, adapun A’yan Sabitah itu Asma Muhamad, adapun Insan itu Sifat Muhammad, adapun Zatul Muqid itu Zat Muhammad. Maka semua yang tersebut itu adalah baru. Maka dari Afa,al Muhammad itu jadilah Pohon Dunia ini, maka dunia ini, dan dunia ini untuk tempat Roh-roh berjasad dengan lembaganya yang berupa manusia yaitu Adam. Dunia dijadikan supaya semua Rohani-rohani (Rohaniun) yang telah ada itu, yang di dalam Alam Roh itu agar dapat turun ke dunia dan memiliki tubuh yang dinamakan lembaga manusia dan dengan tubuhnya itu yang dinamakan jasad itu, dapatlah Rohani menunaikan dn tugasnya kepada Allah Taala sebagaimana yang diikrarnya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Firman: - "Apakah tidak aku ini Tuhanmu, mereka mengatakan “Bala Syahiduna."
  1. ALAM ARWAH
Pada tingkatan inilah terhimpun dan terhampar luas segala roh yang tidak bersusun-susunan.


Martabatnya adalah Af’al ( AF’ALULLAH ). Konsep atau skenario Tuhan tidak akan berwujud nyata jika tidak dimasukkan kedalam suatu wadah. Proses penampakan atau tajalli Tuhan berikutnya adalah menciptakan wahana bagi kehendak-kehendak-Nya tersebut. Dalam martabat ini, Tuhan menciptakan makhluk yang sangat halus yakni ruh. Ruh adalah sarana sebagai sumber kehidupan. Ruh itu berasal dari Diri Tuhan. Mula-mula, Ruh tersebut masih satu dan akhirnya terbagi-bagi menjadi banyak sekali. Bagian-bagian ruh tersebut siap untuk mengisi tiap-tiap bentuk yang akan diciptakan-Nya kemudian.
Proses terciptanya alam dunia ini, bisa digambarkan dengan akliah seperti ini; Ibarat sebuah Proyektor film Alam Wahdat ( Johar Awwal ) digambarkan sebagai Sumber tenaga yang menghidupkan proyektor tersebut, sehingga mampu menghsasilkan cahaya yang pijar, dan dan Alam Wahidiyat (Nur Muhammad) digambarkan sebagai Kaca Lensa 4 (empat) susun yaitu :
  • NURUN = Diibaratkan Lensa Merah
  • HAWAAUN = Diibaratkan Lensa Kuning
  • MAAUN = Diibaratkan Lensa Putih
  • TUROBUN = Diibaratkan lensa Hitam
Kemudian kempat lensa tersebut di Sorot Kekuatan Super Cahaya “JOHAR AWWAL” dan keluarlah dari empat lensa tersebut gambaran :
  • Dari Lensa Merah = Keluarlah Api Alam Dunia
  • Dari Lensa kuning = Keluarlah Angin Alam Dunia
  • Dari Lensa Putih = Keluarlah Air Alam Dunia
  • Dari Lensa Hitam = Keluarlah Bumi Alam Dunia
Dengan Qodrat dan Iradat-Nya Allah Ta’ala, maka jadilah alam ini, dan disebut juga Alam Kabir, Demikian kejadian alam ini adalah dari NUR MUHAMMAD.
Dinamakan NUR MUHAMMAD dan sekalian rUh yang keluar dariapanya itu yang berkelanjutan menajdi alam eksternal yaitu dari Nur Muhammad melalui kata "KUN" maka jadilah:
  • Arsyur Rahman Alam gaib lagi gaib
  • Arsyul Azim
  • Arsyul Karim Alam gaib
  • Al Kursi A'azam Alam Nyata
  • Jabal Qaf
  • 7 lapis bumi
  • 7 lapis langit
  • Segala galaksi
  • Bumi Kita
  • Dinamakan ALAM ARWAH atau ROH yakni terkumpulnya arwah segala anbiya, mursalin dan segala mu'min.
  • Dinamakan ASHLUL ARWAH yaitu Mazh harul atam, Jadi "Khatamun nabiyin wa syaidul mursalin wa rahmatul lil alamin"
  • Dinamakan ALAM SUNYI dari tergantung dengan tabiat lagi basith.
  • Dinamakan juga CAHAYA MUHAMMAD, ALAM NYAWA, martabat WUJUDIAH, Alam di bawah kalimat "KUN", Pemerintah Alam Saghir dan Alam Kabir, TAIN TSALASA, ALAM ROH, NYAWA KITA.
Adapun Alam Roh lebih dahulu dijadikan Allah dari Dunia yang fana ini. Adapun Dunia ini adalah ibarat layar putih dan pentas ke Rohaniun itu yang datang ke dunia menjalankan tugas dan peran masing-masing, yang jadi seniman dengan lakunnya.
Keranan adanya Rohani, maka adanya Jawahir Basit yaitu: -
a. FUAD
b. KALBUN
c. LABBIN
d. SUDUR
e. KABAD
f. SAUDA '
g. SYIFAP
Maka semuanya itu adalah hal Roh, maka jadilah: -
a. Berperang Sabil dengan nafsunya yang jahat
b. Membuat Ahsan
c. Melakukan Mujahidah masing-masing dengan tempat atau makamnya,
Dengan itu maka adanya jalan nafsu itu jadi dua yaitu: -
a. Jalan nafsu yang bernama Hati Sanubari
b. Jalan nafsu yang bernama Hati Nurani maka Roh-roh yang taat pada sisi
Tuhan, setelah berganti dengan nama nyawa karena ada memiliki jasad masing-masing maka jadilah Roh itu tiga mertabat yaitu: -
a. Martabat Amar Rabbi
b. Martabat Hati Nurani
c. Martabat Ubudiah
Mana-mana Roh yang tidak taat setelah ada memiliki jasad masing-masing itu, maka jadilah tiga mertabat yaitu: -
a. Bangsa hewan
b. Dinamakan bangsa setan
c. Dinamakan bangsa hati sanubari
Maka Alam Ruh itu adalah Alam Ghaib. Ia lebih adanya dari Dunia yang luas ini, di sanalah nyawa manusia yang sebelum bertubuh telah ada. Setelah 125 tahun Nur Muhammad itu telah ada dan semua nyawa-nyawa manusia itu di kenal dengan nama Roh, tetapi mertabat Ruh dewasa itu seperti mertabat binatang, karena tidak menanggung tugas dan tanggungjawab. Hanya setelah ia berjasad dan hidup di dalam dunia ini masing-masing memiliki tugas, maka baharulah ada derajat masing-masing di sisi Tuhan dan nyawa itu tidak lagi disebut Ruh, hanya ketika jasad itu mati ia akan berpulang menghadap Allah Taala dengan nama Ruh, yaitu diri atau Jiwa.
Dengan nama Ruh ia dikenal dengan nama Ruhani pulan bin pulan tertulis kepadanya. Dengan nama jiwa ia di kenal dengan nama jiwa, misalnya: -
a. Jiwa Amarah
b. Jiwa Lawamah
c. Jiwa Sawiah
d. Jiwa Natikah
e. Jiwa Mulhammah
f. Jiwa Mutmainnah
Maka pada jiwa itulah tertulis namanya pulan bin pulan, senang atau susah, bahagia atau celaka, menurut amal dan fielnya di dalam dunia ini menurut penilaian 'atikad-atikadnya dan tauhidnya serta makrifatnya kepada Allah Ta’ala.

  1. ALAM MITSAL
Pada tingkatan alam ini ada rupa, tetapi tidak bisa dibagi-bagi karena amat halusnya.


Martabatnya adalah “ILMU” ianya adalah Alam segala rupa, perceraian Roh Muhammad. Alam segala warna. Alam Khayal. Alam ARDHUS SIMSIMAH, Ardhul haqiqah.
Dan siapapun yang sudah Ma’rifat dengan asal kejadianya yaitu Hakikat ADAM, maka ianaya sudahlah sampai pada PANGKAL MITSAL, Artinya sudah bisa menemukan Hakikat NUR MUHAMMAD, yaitu hakikat dari intisari bumi yang empat : Cahaya merah, cahaya kuning, cahaya putih, dan cahaya hitam ( Hakikat Muhammad ).
Di dalam Alam Mitsal maka Roh Muhammad bercerailah dengan Roh-roh yang lain yang berbagai nama, tetapi pada mulanya dinamakan Rohaniun (Rohani-rohani). Maka semua Rohaniun itu berasal dari Roh Muhammad Rasulullah SAW.
Karena itulah dasar dan dasar dari Ilmu Rohani adalah kita wajib beriman: -
a. Pada Allah Taala
b. Pada Nabi Muhammad SAW
c. Pada hari kiamat yang akan datang
Jika tidak berpegang pada dasar yang tiga diatas, maka bukanlah disebut spiritual dari orang-orang mukmin atau orang-orang Islam. Ruh Muhammad itulah jadi Ruh seseorang, yang jadi nyawa seseorang, yang jadi hati seseorang, tetapi ia telah bercerai di dalam mertabat Alam Misal. Segala ruh-ruh itu adalah jadi kata pepatah "Ulat lupakan daun". Nyawa-nyawa manusia yang bukan alim dalam Ilmu Ketuhanan, hanya Firman jalan nafsu yang bernama Hati Sanubari dengan syahwatnya dan jiwa raga yang memandang lahir alam ini semata-mata.
Ibarat sesuatu yang telah tersusun dari bagian-bagian, tetapi masih bersifat halus, tidak dapat dipisah-pisahkan.
Alam Misal adalah tingkat kelima dalam proses pentajallian Empunya Diri dalam menyatakan rahasia diri-Nya untuk di tanggung oleh manusia. Untuk menyatakan dirinya Allah SWT, terus menyatakan diri-Nya melalui diri rahasianya dengan lebih nyata dengan membawa diri rahasianya untuk di kandung pula oleh bapak yaitu dinamakan Alam Mitsal. Untuk menjelaskan lagi Alam Mitsal ini adalah dimana unsur rohani yaitu diri rahasia Allah belum menyatu dengan tubuh materi. Alam Mitsal jenis ini di alam malakut. Ia merupakan transisi dari alam Arwah (alam Ruh) menuju ke alam Nasut maka itu dinamakan ia Alam Mitsal di mana proses peryataan ini, perwujudan Allah pada martabat ini belum lahir, tetapi Nyata dalam tidak Nyata. Diri rahasia Allah pada martabat Wujud Allah ini mulai di tajallikan ke ubun-ubun bapa, yaitu perpindahan dari alam ruh ke alam Bapa (Mitsal).
Alam Mitsal ini terkandung ia di dalam "Walam yakullahu" dalam surat Al-Ikhlas yaitu dalam kondisi tidak bisa di bagaikan. Dan seterusnya menjadi "Madi", "Wadi", "Mani", yang kemudian di salurkan ke satu tempat yang berafiliasi di antara diri rahasia batin (ruh) dengan diri kasar Hakiki di dalam tempat yang disebut rahim ibu. Maka terbentuklah apa yang di katakan "Manikam" ketika terjadi bersetubuhan diantara laki-laki dengan perempuan (Ibu dan Bapak)Perlu diingat tubuh rahasia pada masa ini tetap hidup sebagaimana awalnya tetapi di dalam kondisi rupa yang elok dan tidak binasa dan belum lagi lahir. Dan ia tetap hidup tidak mengenal ia akan mati.
  1. ALAM ADJSAM
Pada tingkatan ini semuanya berupa dan berbentuk dan bisa dibagi-bagi (terbagi-bagi)


Martabatnya adalah “Hakikinya Manusia” setelah adanya dunia. Allah menciptakan manusia (Adam) dengan menyuruh Malaikat turun ke alam dunia guna mengambil saripati dari sari Api, Sari Angin, Sari Air, Sari Bumi, kemudian melalui proses menjadi :
  •  Saripati BUMI menjadi Kulit Bulu Adam
  • Saripati Api menjadi Darah Daging Adam
  • Saripati AIR menjadi Urat Balung Adam
  • Saripati ANGIN menjadi Otot Sumsum Adam
Dengan kuasanya Allah Ta’ala terjadilah Lafadz MUHAMMAD, Mim, Ha, Mim, Dal yaitu CAHAYA :
  • Hitam menjadi hakikat lafadz Mim awal
  • Putih menjadi hakikat lafadz Ha
  • Kuning menjadi hakikat lafadz Mim Akhir
  • Merah menjadi hakikat lafadz Dal
  • Jauhar Awal menjadi hakikat Tasjid
Secara syariat menjadi lafadz Muhammad, atau sebaliknya menjadi lafadz Allah.
  • Mim Awal dari lafadz MUHAMMAD menjadi KEPALA Adam
  • Ha dari lafadz MUHAMMAD menjadi DADA Adam
  • Mim Akhir dari lafadz MUHAMMAD menjadi PUSAR Adam
  • Dal dari lafadz MUHAMMAD menjadi KAKI Adam
Ketika itu masih belum bisa bergerak, tergeletak, seperti wayang golek. Kemudian diberi lubang sebanyak empat yaitu:
  • Lubang Mata,
  • Lubang Telinga,
  • Lubang Hidung dan
  • Lubang Mulut.
Kemudian kepada lubang-lubang itu dimasukkan NUR MUHAMMAD. Kejadian itu menyebabkan berfungsinya indra dan bergerak hidup. Jelasnya hidupnya manusia itu syariatnya dengan adanya Cahaya. Begitu juga matinya dengan tidak adanya cahaya. Bila sudah tidak ada Cahaya, si jasad/jasmani atau jagad saghir, sudah tidak ada lagi kekuatannya terbukti gampang ambruknya jadi lemah dan mati.
Begitu juga dengan Nur Muhammad di jagad kabir yaitu di alam dunia yang paling kuat. Tidak ada daya kalau tidak adanya cahaya yaitu Matahari, bulan, bintang tentu saja akan rusak alam dunia ini yang tinggal hanya gelapnya, api tinggal panasnya, air tinggal dinginnya, angin tinggal hawanya. Lalu siapa yang akan mengisinya atau penghuninya neraka, neraka ini tidak lain Idajil la’natullah dan semua ruh manusia yang tidak bisa kembali lagi kepada Allah ta’ala disebabkan waktu didunia terkena godaan syaitan lantaran tidak beriman kepada Allah dan Rasulullah.
Sebetulnya Idajil itu adalah Malaikat kekasih Allah. Sebabnya ia dimurkai Allah, dia disuruh turun ke dunia sebelum adam tercipta sampai dengan tiga ribu tahun dan tidak kembali ke surga lagi. Dia kerasan tinggal di dunia. Maka Allah menetapkan tempatnya Idajil nanti di neraka paling bawah. Karena membangkangnya Idajil menerima saja. Tetapi dengan permohonan izin untuk menggoda anak cucu Adam yang akan dijadikan temannya di dunia dan di neraka; Allah mengijinkannya kecuali hamba Allah yang beriman kepada Allah dan Rasulullah saja yang tidak bisa menjadi temannya.
Kita kembali kepada diciptakannya Adam Majazi itu dari sari pati Api, Angin, Air, dan Bumi tanpa ada keempat unsur ini tidak akan tumbuh dan berkembang hidup baik berupa kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang bahkan manusia sekalipun, renungkanlah baik-baik. Bahwa semua yang hidup ini saling berkaitan bersirkulasi, berkorelasi menjadi sistem yang diterapkan Allah di alam semesta ini.
Selanjutnya setelah ada Adam dan Babuhawa atau ibu bapak / orang tua kita, buah-buahan, daging dan lain sebagainya yang dimakan lebih dahulu oleh kita menjadi wadi, madi, mani, manikem, bertemu kontak dengan Nur Muhammad cahaya yang empat perkara tadi, terjadilah jabang bayi di dalam rahim ibu (mengandung). Bila ada yang tidak jadi, karena tidak bertemu kontaknya dengan Nur (Ruh) dengan kuasanya Allah yang berwenang menjadikannya, kita sebagai manusia tidak ada kekuasaan, tidak ada daya dan upaya hanya sekedar menjadikan sebab untuk itu ditempati Ruh-Nya.
Ketika bayi di dalam kandungan belum ada nyawa, baru ada hidup saja yaitu ruh suci karena itu tidak ada rasa apa-apa, ketika lahir dari perut ibu, ruh suci kontak artinya bertemu dengan hawa alam dunia ini yaitu dari Bumi, Api, Angin, Air. Kemudian bernafaslah dia dengan sifatnya nyawa. Hakikatnya nyawa ialah rasa jasmani, pada waktu itu mata terbuka belum bisa melihat, kuping belum bisa mendengar, hidung belum bisa mencium, mulut belum bisa bicara hanya ada suaranya saja. Setelah diberi air susu atau makanan apa saja yang berasal dari saripati Bumi, Angin, Api dan Air tadi, saripati yang empat ini menjadi Darah yang ada empat macam:
1. Darah yang hitam dari saripati Bumi, adanya pada kulit, membesarkan kulitnya bayi, hawanya keluar melalui telinga hingga bisa berbicara.
2. Darah yang merah dari saripati Api, adanya pada daging, membesarkan dagingnya bayi, hawanya keluar melalui telinga hingga bisa mendengar.
3. Darah yang Putih dari saripati Air, adanya pada tulang, membesarkan tulang bayi, hawanya keluar melalui mata hingga bisa melihat.
4. Darah yang Kuning dari saripati Angin, adanya pada sumsum, membesarkan sumsum bayi, hawanya keluar melalui hidung hingga bisa mencium dan merasa.
Setelah bayi membesar kulitnya, membesar dagingnya, membesar tulangnya, membesar (banyak) sumsumnya, maka keluarlah hawanya yaitu nafsu yang ada empat yaitu:
1. Nafsu Amarah;
2. Nafsu Lawamah;
3. Nafsu Sawiyah;
4. Nafsu Mutmainah. 
Semuanya itu adalah bukti dari adanya segala keinginan yang buruk dan keinginan yang baik. Begitulah bukti tumbuh dan berkembangnya jasad ini, walaupun ada tenaga, akal pikiran, beserta penglihatan, pendengaran, ucapan dan penciuman juga rasa, tidak ada kemampuan kecuali dengan pertolongan ruh api, air, angin dan bumi. Apa sebabnya itu bisa terjadi? Tidak lain segala apa yang terjadi darinya itu, supaya peralatan itu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kehidupan.
Peralatan-peralatan tadi harus digunakan untuk menge-tahui kepada asalnya yaitu Allah ta’ala supaya nanti kita bisa sempurna membawanya pulang/kembali kepada Allah ta’ala. “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un”. Hanya manusia yang mempunyai ilmunya saja yang mampu menyempurnakan ruh-ruh sealam dunia yang membawa balik kepada Allah ta’ala. Makanya ruh-ruh sealam pada masuk ke dalam diri manusia, apalagi ruh bumi, api, air dan angin itulah yang sehari-harinya bersama kita baik yang halal maupun yang haram, yang bersih dan yang kotor, yang najis dan yang mubah semuanya ikut masuk.
Walaupun pada kenyataannya tidak dimakan, tapi apabila ada anjing, babi yang mati di air, tentu bangkainya di makan ikan, lalu ikan di makan manusia. Kalau mati didarat jadi pupuk diserap oleh tumbuh-tumbuhan, lalu buahnya di makan manusia. Jelaslah sudah bahwa manusia ini menjadi tempat lalulintas menyebrangnya ruh-ruh se alam dunia kembali kepda Allah ta’ala. Keterangan lainnya :
  • Ruh Api akan menjadi neraka panas
  • Ruh Air akan menjadi neraka dingin
  • Ruh Bumi akan menajdi neraka gelap
  • Ruh Angin/Hawa akan menajadi neraka sengatan neraka yang menggigit/menyengat nyawa manusia
  1. ALAM INSAN KAMIL
Pada ala ini terhimpun menurut pengertian dari yang Pertama sampai dengan Alam Adjsam.


Adapun Alam Insan atau disebut juga dengan Alam Insan Kamil. sudah terkandung didalam surah Al-Ikhlas
Diri manusia pada martabat INSANUL KAMIL adalah sebatang diri yang suci mutlak pada zahir dan batin. Tiada cacat dan celanya dengan Allah s.w.t. yaitu tuan Empunya Rahasia, sebab itu Rasulullah s.a.w pernah menegaskan dalam sabdanya, bahwa kelahiran seorang bayi itu dalam kedaan yang suci, tetapi yang membuatnya menjadi kotor itu adalah ibu bapaknya dan masyarakat, serta hanyutnya manusia itu sendiri di dalam gelombang godaan kehidupan di dunia ini.
Adalah menjadi tanggung jawab seorang manusia yang ingin menuju ke jalan kesucian dan makrifat kepada Allah Ta’ala untuk mengembalikan dirinya ke suatu tahap yang bernama manusia KAMIL atau AL-KAMIL (sempurna) ataupun dinamakan tahap martabat Alam INSAN.
Dinamakan juga ALAM HIMPUNAN SEGALA ALAM yakni bersatunya alam yang tujuh ianya adalah :
  • Ahdat
  • Wahdat
  • Wahdiat
  • Alam Arwah
  • Alam Mitsal
  • Alam Ajsam
  • Alam Insan Kamil
Adapun Alam Insan itu, perhimpunan pada segala martabat. Pada sisi Allah martabat Insan itu tiga hal: -
a. Martabat manusia Rabbubiah, yaitu Insan Khusus Ul Khusus
b. Martabat manusia Mausup, yaitu Insan Kamil Wa Mukamil
c. Martabat Insan Ubudiah, yaitu Insan Kamil Mukamil
Maka Pada Alam ini Allah Ta’ala menurunkan Diri menjadi manusia sempurna sebagai gambaran Diri-Nya yang sempurna. Melalui manusia sempurna inilah Dia menikmati hasil ciptaan-Nya. Maka manusia dibekali akal dan hati sebagai sarana kehadiran Tuhan. Kelebihan utama manusia dibanding dengan makhluk lainnya adalah kemampuan untuk menampung kehadiran Tuhan hingga menjadi wakil (khalifah) bagi-Nya. Melalui manusia sempurna inilah harapan-Nya untuk mengenal dan dikenal akan terlaksana.
Akal Manusia Adalah Singgasana Kemakmuran-Nya
Hati Manusia Adalah Singgasana Kemuliaan-Nya
Sifat Malu Manusia Adalah Singgasana Kesucian-Nya
Ketiga bagian tubuh manusia ini menjadi sarana vital kehidupan, sebagai tempat hadirnya Tuhan untuk menikmati keelokan hasil karya-Nya.
Sedangkan Alam Insan itu sendiri, terbagi dalam beberapa bagian , yang juga banyak disebut dalam banayak keterangan, diantaranya :
a. Dinamakan Insan (Rahasia Allah)
b. Dinamakan Insan Kamil
c. Dinamakan Insan Kamil dan Mukamil
d. Dinamakan Insan Mukamil
e. Dinamakan Insan Sawaan
f. Dinamakan Insan Sawaatun
g. Dinamakan Insan Batin
h. Dinamakan Insan Zahir
i. Dinamakan Insan Mutaiz
j. Dinamakan Insan Ghaib
k. Dinamakan Insan Nakus (Insan Hewan)
l. dinamakan Insan Syaitani


ADAPUN PENJELASAN MARTABAT 7 ALAM
MENURUT KITAB CENTINI

Bahwa martabat 7 (Tujuh) Alam didalam kitab centini, yang diuraikan secara detail oleh Syekh Among Raga atau Raden Jayeng Resmi putra Sunan Giri Prapen. Yang isinya sebagai berikut :

Martabat Tujuh Alam dibagi menjadi 2 bagian :

Pertama 3 (tiga) Martabat Batin yang mencakup : Alam Ahadiat, Alam Wahdat dan Alam Wahidiat.
Kedua 4 (empat) Martabat Lahir yang mencakup : Alam Arwah, Alam Misal, Alam Ajsam dan Alam Insan Kamil.

ALAM AHADIAT
Adalah wujud yang bersifat mutlak artinya tidak jelas, samara-samar Sifat dan AsmaNya. Oleh karena itu disebut “Kun Ijati” artinya Maha tinggi, tidak terjangkau oleh akal dan tidak ada yang mengetahuinya. Segala akal akan terhenti jika hendak mengenal Allah.

ALAM WAHDAT
Yaitu permulaan Takyun, yakni nyata yang pertama, karena Allah menyatakan keadaannya dan ilmu-Nya. Itulah yang menjadi nyata keadaannya dan setengah sifat-sifatNya maka disebut pula “Suku Dzat” Hakikat Muhammadiyah yang disebut Suku Dzat yaitu tempat kumpulnya Dzat, Ilmu dan Segala Sifat Dzat.

ALAM WAHIDIAT
Yaitu Takyun Sani sebab pada martabat inilah Allah menyatakan Diri-Nya. Semua makhluk dan sifat ilmu sudah terpisah-pisah. Hal ini disebut Al-Akyan Sabitah, itu adalah hakikat manusia, maksudnya karena telah nyata keadaanNya Bumi, Langit lapis tujuh dan binatang sudah berujud dalam ilmu Allah artinya bahwa manusia itu lupa akan adanya dalam batas Tuhan. Oleh karena itu sekalipun Ia tidak tahu ibunya, namun Allah mengetahuinya. Manusia itu disebut Insan Hakiki karena tidak terpisah dengan Dzat Allah maka keberadaannya itu berwujud Sukma, tidak menyimpang dariNya dan tetap dalam ilmu Tuhan sepanjang masa. Ia nyata keadaan dan Sifat-Nya. Insan Hakiki adalah sebutan yang lebih nyata, karena ia adalah Jati kenyataan Tuhan.

ALAM ARWAH
Adalah kenyataan Tuhan, sebab Tuhan melahirkan yang ada dalam Ilmu-Nya, keadaanNya itu dinyatakan dalam Alam Arwah. Segala Sifat dan AsmaNya itu nyata adanya dan bahkan lebih nyata, karena Alam Arwah adalah perwujudan Tuhan. Alam Arwah disebut juga Nur Wilayah disebut demikian karena lahir dari Aibnya ibarat bayi lahir dari perut sang ibu, lahir dengan segala wajahnya.

ALAM MISAL
Disebut Alam Misal karena memang missal yang tetap ilmu-Nya dengan nyata-nyata keadaanNya tetapi sifat-Nya jelas dalam Alam Ajsam.

ALAM AJSAM
Yaitu kenyataan Tuhan, karena Tuhan menyatakan keadaanNya, kejelasan Alam Ajsam, membuat Tuhan dalam keadaan ada, adanya Alam Ajsam maka adapula Tuhan lebih nyata dengan adanya jisim. Itulah cermin kenyataan dari yang nyata.

ALAM INSAN KAMIL
Yaitu tempat ketujuh martabat. Yang paling tinggi adalah tiga martabat batin yaitu La’takyun, Suku Dzat dan Al-Akyan Sabitah, sedangkan tiga martabat lahir yaitu Alam Arwah, Alam Misal, dan Alam Ajsam. Alam Ajsam artinya adalah tebal tipisnya keadaan yang menerima bagian. Sifatnya Jauhar Awal, Af’al dan Mukadas. Disebut Insan Kamil karena keadaannya tidak terpisahkan dengan Tuhan Nyata adanya, kuasa dan SifatNya maha tinggi, nyata dalam insan itu. Disebut Insan Bashari karena tergolong jisim yang tebal tipisnya berubah-rubah menurut keadaan unsure-unsur asalnya. Adapun unsure-unsurnya itu ialah Angin, Api, Air dan Debu/Tanah, keempat unsur yang tidak menyatu itu berbeda-beda pula tak ada yang sama.
Unsur tanah menunjukan watak rendah, unsur Air menunjukan watak dingin dan rendah, unsur Angin menunjukan watak panas dan dingin, unsur Api menunjukan watak panas. Semua watak itu berkumpul pada semua manusia supaya mereka ada yang merasakan dingin dan panas, ada yang merasakan nikmat (kaya) dan sengsara (miskin), serta ada yang merasakan rendah dan tingginya derajat masing-masing, itulah watak-watak yang dimiliki manusia.
Sudah menjadi kewajiban orang-orang mukmin agar bercermin kepada apa yang telah tersebut itu, karena sesungguhnya Insan itu adalah cermin orang-orang mukmin yang nyata-nyata akan adanya Tuhan. Nabi Muhammad SAW bersabda “Barang siapa melihat segala sesuatu, namun jika tidak memandang Tuhan, maka batallah penglihatannya itu, sia-sialah penglihatannya itu dan tidak mendapat hasil. Seperti orang yang mengantuk, ia melihat wayang dalang itu tampak pada hilanglah suara dalang itu padahal nyata-nyata bahwa dalang berkata.
Walaupun tampak dalam kaca namun wujud hak itu adalah nyata. Demikian pula dengan “Suku Dzat”, Al-Akyan Sabitah, Alam Arwah, Alam Ajsam dan Sifat-sifat Dzat sekaligus. Hendaknya dapat menerima semua cermin, sebab itu merupakan jalan menuju kesempurnaan. Para wali juga diwajibkan melaksanakan sabda Tuhan, yakni wajib bercermin pada kaca. Adapun martabat dari Alam Jabarut karena banyak orang yang bingung dalam hal banyaknya Hak, maka dinyatakan bahwa semua milik Tuhan itu adalah menjadi warna martabat.

Gambar Skemanya :





Wajib Ma'rifat Kepada Allah
Ma’rifat kepada Allah Ta’ala adalah wajib hukumnya bagi setiap manusia yang Mukallaf. ( Mukallaf ialah orang yang berakal sehat dan telah baligh / telah berumur lima belas tahun atau telah mengeluarkan darah putih (air mani) meskipun dengan cara bermimpi bagi pria. Dan bagi wanita apabila telah berumur sembilan tahun, telah mengeluarkan darah haid atau telah mengeluarkan air mani, baik dengan cara persetubuhan suami istri atau dengan cara bermimpi.)
Sebagaimana Sabda Rosulullah SAW :




AWWALUD DIINI MA’RIFATULLAHI TA’ALA
Maksudnya : Awalnya Agama Adalah Mengetahui akan Allah Ta’ala


Sebabnya kita harus mengenal Allah Ta’ala terlebih dahulu dalam agama adalah, agar manusia dalam menjalankan ibadahnya dapat diterima oleh Allah Ta’ala.
Demikian halnya, maka amaliah haruslah beserta ilmunya, karena amaliah yang tidak diserati ilmunya adalah sia-sia belaka, dan tidak akan bermanfaat untuk bekal di akhirat, mungkin hanya bisa bermanfaat tatkala kita didunia saja.
  • Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang beramal tidak mengikuti perintah kami (sesuai Ilmunya), maka akan ditolak." (HR Muslim)
  • Imam Syafii berkata, "Setiap orang yang beramal tanpa ilmu, maka amalnya akan ditolak sia-sia." (Matan Zubad, juz I, hlm 2, Majallatul buhuts al-Islamiyah, juz 42, hlm 279).
  • Dalam kitab Zubad karangan Ibn Ruslan dikatakan:wa kullu man bi ghairi ilmin ya'malu // a'maluhu mardudatun la tuqbalu.
  • Setiap orang yang mengamalkan sesuatu tanpa ilmu // maka amalnya ditolak, tidak diterima. Itu namanya amal-amalan, bukan amal yang sesungguhnya.
Tapi dalam masalah ilmu, kita harus waspada dan hati-hati, jangan sampai kita keliru. Dan Ilmu sendiri adalah : “PENGETAHUAN”. Tapi bukan hanya kita harus tahu tentang hukum-hukum syara’ saja yang menjelaskan sah dan batalnya ibadah, tapi kita wajib mengetahui (MA’RIFAT) pula kepada Allah Ta’ala, dan Rosulullah. Sebab itu adalah diibaratkan sebuah tempat untuk menyimpan semua amal ibadah kita semua, sehingga tidak sampai tercecer.
Sebagai perumpamaan kita hidup dalam keseharian di dunia ini, setiap saat kita mengumpulkan barang-barang kebutuhan rumah kita baik untuk kebutuhan dan bahkan mempercantiknya, seperti meja, kursi, almari, dan sebagainya. Demikian halnya Ma’rifat kepada Allah Ta’ala, bagaikan kita memiliki rumah yang kokoh dan besar, dan amaliah di ibaratkan dengan barang barang yang kita kumpulkan dengan jerih payah kita, agar ianya bisa disimpan, ditempatkan pada tempat yang layak, agar kita bisa kerasan dalam menempati rumah kita tersebut.
Berbeda dengan kalau kita tidak memiliki rumah (tempatnya), sekalipun kita banyak memiliki barang-barang bagus, berkwalitas, dan mahal, tapi kita tidak memiliki tempat untuk menyimpannya. Dan tak mungkin kita menyimpan barang-barang yang kita miliki di halaman terbuka, atau di manapun, sehingga kitapun tidak akan nyaman menempati tempat kita tersebut. Demikan halnya barang barang tersebut pasti cepat rusak, lapuk dimakan hujan dan panas, sehingga kita tidak dapat menikmati hasil jerih payah kita tersebut.
Apalagi kita berkehendak membawa semua amliah kita untuk bekal nanti di Akhirat, maka lebih wajib bagi kita untuk ma’rifat kepada Allah Ta’ala, sebab itu akan digunakan kita untuk tempat amaliah kita nantinya.
Umpama ini tidaklah kita ketahui sejak dini, maka akankah kita mampu kembali ke asal kita nantinya?? Karena tatkala Sakaratul Maut datang, tak ada lagi tempat pertanyaan, dan Akliah kita hanya mampu merespon rasa sakit yang begitu dahsyat tatkala sakaratul maut datang.
  • Dalam Al-Quran Allah Ta’ala berfirman tentang saat-saat terakhir kehidupan ini, “Dan tidaklah tobat diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, ia mengatakan, `Sesungguhnya saya bertobat sekarang ….’.” (Qs an-Nisa’ [41: 18)
  • Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadits, “Taubat seorang hamba tidak akan diterima ketika ia telah mencapai ajal.”
  • Siti Aisyah Ra berkata, “Aku tak percaya bahwa rasa sakit saat ajal seseorang yang lain lebih ringan daripada rasa sakit saat kematian Rasulullah seperti yang ku-saksikan.” Rasulullah Saw berdoa, “Ya Allah Tuhanku, sesungguhnya Engkau mengambil nyawa dari ruas, sendi, tulang-belulang bahkan dari ujung jari. Ya Allah Tuhanku, mudahkanlah kematian itu untukku.” Beliau bersabda sesaat menjelang ajalnya, “Rasa sakit saat kematian datang ibarat ditetak dengan 300 mata pedang.”
  • Firman Allah SWT: “Oleh itu, bukankah ada baiknya mereka mengembara di muka bumi supaya – dengan melihat kesan-kesan yang tersebut – mereka menjadi orang-orang yang ada hati yang dengannya mereka dapat memahami, atau ada telinga yang dengannya mereka dapat mendengar? (Tetapi kalaulah mereka mengembara pun tidak juga berguna) kerana keadaan yang sebenarnya bukanlah mata kepala yang buta, tetapi yang buta itu ialah mata hati yang ada di dalam dada” (al-Hajj:46)
  • Allah berfirman: “Sesungguhnya telah Kami sediakan untuk penghuni neraka dari golongan jin dan manusia; mereka mempunyai hati, tetapi tidak menggunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah, mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat, mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak , bahkan lebih sesat lagi. Mereka adalah orang-orang yang alpa (tidak berzikir)” (Al-A’raf:17 ) “
  • Allah berfirman: “Sesiapa yang buta di dunia buta juga di akhirat”.(Surah Bani Israil, ayat 72).
Inilah yang menjadi masalah kepada hati manusia tatkala hatinya sudah menjadi buta. Tidak berfungsi sebagaimana sepatutnya. Demikian, umpama kita buta kepada Allah Ta’ala dan Rosulullah waktu di dunia, maka di akhirat pun ia tetap akan buta. Dan semasa di akhirat dengan keadaan buta, mampukah kita membawa amaliah kita yang begitu banyak?? Dan akan dibawa kemana semua amaliah kita tersebut ??.
Karena kita tidak mampu kembali kepada Allah tempat kembalinya kita semua, maka amaliah kita akan kita bawa-bawa kemanapun kita bawa, sehingga mungkin suatu saat kita tersesat ke alam-alam siluman, dan amaliah bawaan kita akan dijadikan kekayaan di alamnya, serta kita sendiri akan dijadikan budaknya.
Oleh sesab itu, selagi kita masih hidup di dunia mari kita ikhtiyar untuk bisa Ma’rifat kepada Allah Ta’ala, kita harus sedia payung sebelum hujan (Pribahasa), maksudnya adalah kita harus bisa bepergian ke hari kemudian, atau mati sebeum mati, sebab tanpa kita mati kita tak akan mampu tahu tentang alam akhirat, dan untuk tahu alam akhirat, maka kita harus bisa belajar mati sebelum kita mati.
ANTAL MAUTU – QOBLAL MAUTU
“Matilah kamu sebelum kamu Mati”
” Wahai manusia ! Sesungguhnya kamu harus berusaha dengan usaha yang sungguh-sungguh untuk bertemu dengan Tuhanmu, sampai kamu bertemu dengan-Nya “.( QS Al Insyiqoq 84 : 6 )
Dengan demikian, Alam Akhirat atau asal muasal kita adalah harus kita ketahui sejak sekarang sewaktu kita masih di alam dunia, agar nanti kita tidak tersesat jalan waktu kita di panggil pulang ke Khadirat-Nya.


Mengenal Wujud Allah Ta’ala


Yaitu beriman bahwa Allah itu ada. Dan adanya Allah telah diakui oleh fitrah, akal, panca indera manusia, dan ditetapkan pula oleh syari’at. Sebagaimana kita diwajibkan sejak awal kita mengenal islam, yaitu Syahadat :
“Saya bersaksi kalaulah tiada tuhan melainkan Allah, dan saya bersaksi kalaulah Muhammad adalah utusan Allah.”
“ASYHADU” adalah menyaksikan dan mengalaminya sendiri, bukan sekedar teori dalam buku-buku, atau kitab-kitab, bahkan ayat-ayat dan hadits-hadits, tapi “ASYHADU” adalah proses spiritual yang terjadi pada diri manusia. Ianya adalah Pengalaman Spiritual pertemuan hamba dengan Rabb-Nya yang bisa dirasakan oleh setiap individu. Dengan jalan Tarekat Wali salah satunya, dengan Kehendak ALLAH TA”ALA tentunya.
Allah Ta’ala Berfirman dalam Al-Qur’an : 
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengata-kan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS Al-A’raf 7: 172).
“Wajah-wajah (orang-orang mu'min) pada hari itu berseri-seri_22. Kepada Tuhannyalah mereka melihat._23.”(QS Al-Qiyamah 75 : 22-23).
Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan fitrahnya mengenal Rabbnya. Adapun bukti syari’at, kita meyakini bahwa syari’at Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat bagi seluruh makhluk, menunjukkan bahwa syari’at itu datang dari sisi Dzat yang Maha Bijaksana. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 41-45)



Mengenal Rububiyah Allah
“Rububiyah Allah” adalah mengesakan Allah dalam tiga perkara yaitu penciptaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan pengaturan-Nya. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 14).
Maknanya, menyakini bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rizki, mendatangkan segala mamfaat dan menolak segala mudharat.
Dzat yang mengawasi, mengatur, penguasa, pemilik hukum dan selainnya dari segala sesuatu yang menunjukkan kekuasaan tunggal bagi Allah. Dari sini, seorang mukmin harus meyakini bahwa tidak ada seorangpun yang menandingi Allah dalam hal ini.
Allah mengatakan:


 “’Katakanlah!’ Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya sgala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya.”(QS. Al Ikhlash: 1-4)
Maka ketika seseorang meyakini bahwa selain Allah ada yang memiliki kemampuan untuk melakukan seperti di atas, berarti orang tersebut telah mendzalimi Allah dan menyekutukan-Nya dengan selain-Nya.
Dalam masalah rububiyah Allah, sebagian orang kafir jahiliyah tidak mengingkarinya sedikitpun dan mereka meyakini bahwa yang mampu melakukan demikian hanyalah Allah semata. Mereka tidak menyakini bahwa apa yang selama ini mereka sembah dan agungkan mampu melakukan hal yang demikian itu. Lalu apa tujuan mereka menyembah Tuhan yang banyak itu? Apakah mereka tidak mengetahui jikalau ‘tuhan-tuhan’ mereka itu tidak bisa berbuat apa-apa? Dan apa yang mereka inginkan dari sesembahan itu?
Allah telah menceritakan di dalam Al Qur’an bahwa mereka memiliki dua tujuan. Pertama, mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya sebagaimana firman Allah:



“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (Az Zumar 39: 3 )
Kedua, agar mereka memberikan syafa’at (pembelaan ) di sisi Allah. Allah berfirman:


“Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfa'atan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu).” (QS. Yunus10: 18), ( Lihat kitab Kasyfusy Syubuhat karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab)
Demikianlah Allah menjelaskan tentang keyakinan mereka terhadap tauhid Rububiyah Allah. Keyakinan mereka yang demikian itu tidak menyebabkan mereka masuk ke dalam Islam dan menyebabkan halalnya darah dan harta mereka sehingga Rasulullah mengumumkan peperangan melawan mereka.
Makanya, jika kita melihat kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, kita sadari betapa besar kerusakan akidah yang melanda saudara-saudara kita. Banyak yang masih menyakini bahwa selain Allah, ada yang mampu menolak mudharat dan mendatangkan mamfa’at, meluluskan dalam ujian, memberikan keberhasilan dalam usaha, dan menyembuhkan penyakit. Sehingga, mereka harus berbondong-bondong meminta-minta di kuburan orang-orang shalih, atau kuburan para wali, atau di tempat-tempat keramat.
Mereka harus pula mendatangi para dukun, tukang ramal, dan tukang tenung atau dengan istilah sekarang paranormal. Semua perbuatan dan keyakinan ini, merupakan keyakinan yang rusak dan bentuk kesyirikan kepada Allah.


Prosses Pembentukan Adam AS
Proses Pembentukan Adam AS

Setelah tanah tadi menjadi cairan, kemudian malaikat Jibril di perintah oleh Allah agar cairan itu didiamkan melalui tiga tahap:


  • Pertama di diamkan selama 40 tahun sampai akhirnya menjadi tanah liat (Thin laazib). Inilah yang Allah sebutkan dalam QS. As-Shaffat:11.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat”.


  • Kedua di diamkan lagi selama 40 tahun sampai menjadi tanah kering yang berbentuk manusia (Shalshal). Ini yang Allah sebutkan dalam QS. Al-Hijr:28.


“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk”.


  • Ketiga di diamkan kembali selama 40 tahun (Al-Insan:1. Menurut Ibnu Abbas: “Masa (al-hin) di sini adalah waktu 40 tahun”) dalam posisi telentang di jalanan tempat lalu-lalangnya para malaikat naik dan turun dari langit ke bumi.


Menurut Ibnu Abbas: Pada suatu ketika, Iblis melewati tanah berbentuk nabi Adam itu, tiba-tiba iblis menampar perut nabi Adam hingga membekas (nilah asal mula adanya pusar manusia, ialah bekas tamparan iblis). Sampai akhirnya jadilah wujud Nabi Adam dengan sempurna, tinggi 60 dzira’ (Satu dzira’ = 58 cm) dan lengkap dengan anggota tubuhnya namun belum di beri ruh.
Menurut Imam Ats-Tsa’labi: Selama dalam tahapan ketiga Allah menghujaninya dengan dua macam hujan: selama 40 tahun berupa hujan kesedihan dan satu tahun berupa hujan kesenangan ( Inilah sebabnya kesedihan manusia lebih banyak dari kesenangannya).
Menurut Abu Musa Al-Asy’ari: Ketika Allah menciptakan qubul (Ialah tempat buang air kecil (kemaluan) ) nabi Adam, Allah berfirman: “Sesungguhnya ini adalah amanat-Ku pada dirimu. Jangan sekali-kali engkau tempatkan ini kecuali pada haqnya”.








1 komentar: