Rabu, 18 Januari 2017

Iman, Islam dan Ihsan

 
IMAN, ISLAM dan IHSAN

IMAN, ISLAM dan IHSAN
Iman, islam, ihsan adalah tiga kata yang maknanya saling berkaitan, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Rasulullah Saw.“Diriwayatkan dari umar bin khatab, “Suatu hari, disaat kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah Saw. Tiba-tiba muncullah seorang laki-laki yang mengenakan pakaian serba putih, rambutnya hitam pekat, tidak berjejak, dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya, samppai dia duduk di depan Nabi Saw. dan menyandarkan kedua lututnya pada lutut Nabi Saw.seraya meletakkan kedua telapak tangannya diatas paha belia. Kemudian ia berkata, Wahai Muhammad, ajarilah aku tentang islam, Nabi bersabda, islam adalah hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul-Nya, engkau mendirikan solat, mengelurkan zakat, berpuasa ramadhan, dan menunaikan ziarah haji ke baitullah jika engkau mampu menempuh perjalanannya. Segera saja laki-laki itu berkata, “Engkau benar wahai Muhammad.”..,  Dia kembali berkata, Wahai Muhammad kabarilah aku tentang iman,

Muhammad bersabda, iman adalah hendaknya engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitb-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman pula kepada ketentuan (qadar) baik ataupun buruk ,”Engkau benar Muhammad , Kemudian ia berkata lagi “jelaskan padaku tentang ihsan, Rasulullah bersabda” Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya atau jika engkau tidak melihat-Nya, maka Alla-lah yang melihat engkau.

Begitulah kalau jika dilihat dari segi aspek lahirnya, maka agama yang diajarkan jibril adalah islam, agama juga disebut iman jika yang diamati adalah aspek batinnya. Kemudian agama baru disebut ihsan jika aspek batin (iman) dan lahirnya (amal saleh) telah di penuhi secara utuh dan sempurna.

iman Pengertian iman

            Secara bahasa iman berarti membenarka (tashdiq), sementara menurut istilah ialah “membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatannya”. Sedang menurut istilah yang sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap kedalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur dengan syak dan ragu, serta memberi pengaruh terhadap pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Kata iman dalam Al-quran digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Ar- Raghib al-Ashfahani (ahli kamus Al-quran) mengatakan, iman didalam Al-quran terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya sebatas dibibir saja padahal dalam hati dan perbuatannya tidak beriman, terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya terbatas pada perbuatannya saja, sedang hati dan ucapannya tidak beriman dan ketiga kata iman terkadang digunakan untuk arti iman yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan di amalkan dalam perbuatan sehari-hari.

Rukun (pilar-pilar) iman dalam islam

            Sesuai dengan hadits Rasulullah saw, diatas sudah dijelas bahwasanya ada enam rukun iman yang harus diyakini untk menjadi seorang islam yang sempurna dan menjadi seorang hamba Allah yang ihsan nantinya, enam rukun iman tersebut nadalah:

Beriman kepada Allah Swt

            Yakni beriman kepada rububiyyah Allah Swt, maksudnya : Allah adalah Tuhan, Pencipta, Pemilik semesta, dan Pengatur segala urusan, Beriman kepada uluhiyyah Allah Swt, maksudnya: Allah sajalah tuhan yang berhak di sembah, dan semua sesembahan selain-Nya adalah batil, iman kepada Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya maksudnya: bahwasanya Allah Swt, memiliki nama-nama yang mulia, dan sifat-sifat-Nya yang sempurna serta agung sesuai yang ada dalam Al-quran dan Sunnah Rasul-Nya.

Beriman kepada malaikat

            Malaikat adalah hamba Allah yang mulia, mereka diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya, serta tunduk dan patuh menta’ati-Nya, Allah telah membebankan kepada mereka berbagai tugas, Diantaranya adalah : Jibril tugasnya menyampaikan wahyu, Mikail mengurusi hujan dan tumbuh-tumbuhan, Israfil meniup sangsakala di hari kiamat, Izrail (malaikat maut), Raqib , Atit,mencatat amal perbutan manusia, Malik menjaga neraka, Ridwan menjaga surga, dan malaikat-malaikat yang lain yang hanya Allah Swt yang dapat mengetahuinya.

Beriman kepada kitab-kitab

            Allah yang Maha Agung dan Mulia telah menurunkan kepada para Rasul-Nya kitab-kitab, mengandung petunjuk dan kebaikan. Diantaranya: kitab taurat diturunkan kepada Nabi Musa, Injil diturunkan kepada Nabi Isa, Zabur diturunkan kepada Nabi Daud, Shuhuf Nabi Ibrahim dan Nabi Musa, Al-quran diturunkan Allah Swt, kepada Nabi Muhammad Saw, Dengannya Allah telah menasakh (menghapus) semua kitab sebelumnya. Dan Allah telah menjamin untuk menjaga dan memeliharanya, karena ia akan menjadi hujjah atas semua makhluk, sampai hari kiamat.

Beriman kepada para rasul

            Allah telah mengutus kepada maakhluk-Nya para rasul, rasul pertama adalah Nuh dan yang terakhir adalah Muhammad Saw, dan semua itu adalah manusia biasa, tidak memiliki sedikitpun sifat ketuhanan, mereka adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan dengan kerasulan. Dan Allah telah mengakhiri semua syari’at dengan syari’at yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw,yang diutus untuk seluruh manusia , maka tidak ada nabi sesudahnya.

Beriman kepada hari akhirat

            Yaitu hari kiamat, tidak ada hari lagi setelahnya, ketika Allah membangkitkan manusia dalam keadaan hidup untuk kekal ditempat yang penuh kenikmatan atau ditempat siksaan yang amat pedih. Beriman kepada hari akhir meliputi beriman kepada semua yang akan terjadi setelah itu, seperti kebangkitan dan hisab, kemudian surga atau neraka.

Beriman kepada (taqdir) ketentuan Allah

            Taqdir artinya: beriman bahwasanya Allah telah mentaqdirkan semua yang ada dan menciptakan seluruh mahluk sesuai dengan ilmu-Nya yang terdahalu, dan menurut kebijaksanaan-Nya, Maka segala sesuatu telah diketahui oleh Allah, serta telah pula tertulis disisi-Nya, dan Dialah yang telah menghendaki dan menciptakannya.

Islam Pengertian islam

            Kata islam merupakan pernyataan kata nama yang berasal dari bahasa arab aslama, yaitu bermaksud “untuk menerima, menyerah, atau tunduk ”Dengan demikian islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya dan menghindari politheisme. Perkataan ini memberikan beberapa maksud dari Al-qur,an. Dalam beberapa ayat, kualitas islam sebagai kepercayaan ditegaskan: “ Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama islam)” . Ayat lain menghubungkan islam dan din (lazimnya diterjemahkan sebagai “Agama”). ”Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu,  dan telah Ku- cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam jadi agama bagimu”.

Secara etimologis kata islam diturunkan dari akar kata yang sama dengan kata salam yang berarti “Damai”. Kata muslim (sebutan bagi pemeluk agama islam) juga berhubungan dengan kata islam, kata tersebut berarti ”Orang yang berserah diri kepada Allah”.

Islam memberikan banyak amalan keagamaan. Para penganut, umumnya di galakan untuk memegang lima rukun islam, yaitu lima pilar yang menyatukan muslim sebagai sebuah komunitas. Islam adalah syari’at Allah terakhir yang diturunkan-Nya kepada penutup para nabi dan Rasul-Nya,  Muhammad bin Abullah Saw, ia merupakan satu-satunya agama yang benar. Allah tidak menerima agama dari siapapun selainnya. Dia telah menjadikannya sebagai agama yang mudah, tidak ada kesulitan dan kesusahan didalamnya, Allah tidak mewajibkan dan tidak pula membebankan kepada para pemeluknya apa-apa yang mereka tidak sanggup melakukunnya. Islam adalah agama yang dasarnya tauhid, syi’arnya kejujuran, parosnya keadilan, tiangnya kebeenaran, ruhnya kasih sayang.ia merupakan agama agung yang mengarahkan manusia kepada seluruh hal yang bermanfaat, serta melarang dari segala hal yang membahayakan bagi agama dan kehidupan mereka didunia .

Rukun (pilar-pilar) islam

            Islam di bangun diatas lima rkun. Seseorang tidak akan menjadi muslim yang sebenarnya hingga dia mengimani dan melaksanakannya yaitu :

Rukun pertama: syahadat (bersaksi) bahwa, tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwasanya Muhammad Rasulullah. Syahadat ini merupakan kunci islam dan pondasi bangunannya. Makna syahadat la ilaha illallah ialah : tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah saja,dilah ilahi yang hak, sedangkan ilahi selainnya adalah batil dan ilahi itu artinya sesuatu yang disembah. Dan makna syahadat: bahwasanya Muhammad itu adalah Rasulullah ialah: membenarkan semua apa yang diberitakannya, dan mentaati semua perintahnya srta menjauhi semua yang dilarang dan dicegahnya.

Rukun kedua: shalat:Allah telah mengsyari’atkan lima shalat setiap hari sebagai hubungana antara seorang muslim dengan Tuhanya. Didalamnya dia bermunajat dan berdo’a kepada-Nya,disamping agar menjadi pencegah bagi muslim dari perbuatan keji dan mungkar. Dan Alah telah menyiapkan bagi yang menunaikanya kebaikan dalam agama dan kemantapan iman serta ganjaran,baik cepat maupun lambat.Maka  dengan demikian seorang hamba akan mendapatkan ketenangan jiwa dan kenyamanan raga yang akan membuatnya bahagia di dunia dan akhirat.

Rukun ketiga: Zakat yaitu sedekah yang dibayyar oleh orang yang memiliki harta sampai  nishab(kadar tertenrtu) setiap tahun,kepada yang berhak menerimanya seperti kaum fakir dan lainya,diantara yang berhak menerima zakat.Zakat itu tidak di wjibkan atas orang fakir yang tidak memiliki nishab,tapi hanya di wajibkan atas kaum kaya untuk menyempurnakan agama dan islam mereka,meningkatkan kondisi dan akhlak mereka,menolak segala balak dari mereka dan harta mereka,mensuccikan mereka dari dosa,disamping sebagai bantuan bagi orang-orang yang membutuhkan dan fakir diantara mereka,serta untuk memenuhi kebutuhan keseharian mereka,sementara zakat hanyalah merupakan bagian kecil sekali dari jumlah harta dan rizki yang diberikan Allah kepada mereka.

Rukun keempat: Puasa yaitu selama satu bulan saja setiap tahun,pada bulan ramadhan yang mulia,yakni bulan kesembilan dari bulan-bulan hijriyah.Kaum muslimin secara keseluruhan serempak meninggalkan kebutuhan-kebutuhan pokok mereka,makan,minum,dan jimak di siang hari mulai terbit fajar sampai matahari terbenam.Dan semua itu akan di ganti oleh Allah bagi mereka berkat karunia dan kemurahan-Nya,dengan penyempurnaan agama dan iman mereka,serta peningkatan kesempurnaan diri,dan banyak lagi ganjaran dan kebaikan lainya,baik di dunia maupun di akhirat yang telah di janjikan Allah bagi orang-orang yang berpuasa.

Rukun kelima: Haji yaiu menuju masjidil haram untuk melakukan ibadah tertentu. Allah mewajibkan atas orang yang mampu sekali seumur hidup,Pada waktu itu kaum muslimiin dari segala penjuru berkumpul di tempat yang paling mulia dimuka bumi ini,menyembah tuhan yang satu,memakai pakaian yang sama,tidak ada perbedaan antara pemimpin dan yang dipimpin,antara si kaya dan si fakir dan antara yang berkulit putih dan berkulit hitam.Mereka semua melaksanakan bentuk-bentuk ibadah tertentu,yang terpenting diantaranya adalah: wukuf di padang arafah,tawaf di ka’bah,kiblatnya kaum muslimin,dan sa’i antara bukit shafa dan marwah.

Ihsan

            Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah swt. Sebab ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan darin-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat dimata Allah swt. Rasulullah Saw. Pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia. Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari aqidah dan bagian terbesar dari keislamannya karena, islam di bangun atas tiga landasan utama, yaitu iman, islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah Saw.dalam haditsnya yang sahih . Hadits ini menceritakan saat Rasulullah Saw. Menjawab pertanyaan malikat jibril – yang menyamar sebagai seorang manusia – mengenai islam, iman, dan ihsan. Setelah jibril pergi, Rasulullah Saw. Bersabda kepada sahabatnya, “inilah jibril yang datang mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian.” Beliau menyebutbut ketiga hal diatas sebagai agama, dan bahkan Allah Swt. Memerintahkan untuk berbuat ihsan pada banyak tempat dalam Al-qur’an.

”Dan berbuat baiklah kalian, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.“ (Qs Al-baqarah:195)

“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan...”. (Qs. An-nahl : 90 ).

Pengertan ihsan

            Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah Swt. Berfirman dalam Al-qur’an mengenai hal ini.

”Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri...” (Al-isra’:7)

“Dan berbuat baiklah (kpd orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu...“ (Qs AL-Qashash: 77)

Ibnu katsir mengomentari ayat diatas dengan mengatakan bahwa kebaikan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh mahluk Allah Swt.

Landasan syar’I ihsan

Pertama Al- qur’anul kari : Dalam Al-qur’an, terdapat 166 ayat yang berbicara tentang ihsan dan implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat ini, hingga mendapat porsi yang sangat istimewa dalam Al-qur’an. Berikut ini adalah beberapa ayat yang menjadi landasan akan hal ini.

“Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnyaAllah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al- baqarah: 195)

“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan kebaikan.” (Qs.An-nahl:90)

“. . . . .serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia. . . .”(Qs. Al-baqarah:83).

“Dan berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan para hamba sahayamu. . . . “ (Qs. An-nisa’: 36)

Kedua, As-sunna : Rasulullah Saw. Pun sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab,ini merupakan puncak harapan, perjuangan seorang hamba. Bahkan, diantara hadits-hadits mengenai ihsan tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam memahami agama ini. Rasulullah Saw. menerangkan mengenai ihsan –Ketika ia menjawab pertanyaan malaikat jibril tentang ihsan, dimana jawaban tersebut dibenarkan oleh jibril, dengan mengatakan ,” Engkua menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”(HR. Muslim).

Aspek pokok dalam ihsan

Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental ketiga aspek tersebut ibadah, muamalah, dan ahklak.

Ibadah

Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menjalankan semua jenis ibadah, seperti solat, puasa, haji dan sebagainya dengan cara yang benar. Yaitu dengan menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksnaan ibadah-ibadah tersebut ia penuhi dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah selalu memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh Allah. Minimal seorang hamba harus merasa bahwa Allah selalu memantaunya, karena dengan inilah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan.inilah maksud dari perkataan Rasulullah Saw. yang berbunyi,

“Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”

Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Maka selain dari jenis ibadah itu tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah juga seperti ibadah lainnya seperti jihad, menghormati sesame mukmin, mendidik anak, membahagiakan istri, dan menjalankan yang mubah semata-mata demi mencari dan mendapatkan Ridho Allah Swt. dan masih banyak lagi. Rasulullah menghendaki umatnya dalam keadan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ingin ingin mewujudkan ihsan dalam setiap ibadahnya.

Tingkat ibadah dan derajatnya

            Berdasarkan nash-nash dalam Al-qur’an dan sunnah, maka ibadah mempunyai tiga tingkatan, yang pada setiap tingkatan derajatnya seorang hamba tidak akan dapat mengukurnya. Karena itulah kita berlomba-lomba untuk meraihnya, pada setip derajat ada tingkatan tersendiri dalam surga. Yang tertinggi adalah derajat muhsinin, Dan ia akan menempati jannatul firdaus, derajat tertinggi dalam surga. Kelak penghuni surgs tingkat bawah akan memandangi penghunu surga surga tingkat atas, laksana penduduk bumi memandangi bintang-bintang di langit yang menandakan betapa jauhnya jarak antara mereka.

Adapun tiga tingkatan ter sebut adalah sebagai berikut:

1.Tingkat At-taqwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajad yang berbeda-beda.
2.Tingkat Al-bir, yaitu tingkat menengah dengan derajat yang berbeda-beda.
3.Tingkat Al-ihsan, yaitu tingkat paling atas dengan derajat yang berbeda-beda.

Tingkat taqwa

Tingkat taqwa adalah tingkatan dimana seluruh derajatnya dihuni oleh mereka yang masuk kategori Al-muttaqin, sesuai dengan derajad ketaqwan masing-masing.

Taqwa akan menjadi sempurna dengan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi serta meninggalkan segala apa yang dilarangNya, hal ini berarti meninggalkan salah satu perintah Allah saja dapat mengakibatkan sangsi, dan melakukan salah satu laranganNya saja adalah dosa. Dengan demikian puncak taqwa adalah menjalankan semua perintah Allah serta menjauhi segala laranganNya.

Namun ada satu hal yang harus dipahami dengan benar, yaitu bahwa Allah Swt. Maha mengetahui mengetahui keadaan hamba-hambaNya yang memiliki berbagai kelemahan, yang dengan kelemahannya itu seorang hamba melakukan dosa. Oleh karena itu Allah membuat satu cara penghapusan dosa, yaitu dengan cara bertobat dan pengampunan. Melalui hal tersebut, Allah akan mengampuni hambaNya yang berdosa karena kelalaiannya dari menunaikan hak-hak taqwa. Sementara itu, ketika seorang hamba naik peringkat puncak taqwa, boleh jadi ia akan naik peringkatnya pada peringkat bir atau ihsan. Peringkat ini disebut martabat taqwa, karena amalan-amalan yang ada pada derajat ini membebaskannya dari siksaan atas kesalahan yang dilakukannya. Adapun derajat yang paling rendah dari peringkat ini adalah derajat dimana seseorang  menjaga dirinya dari kekalnya dalam neraka, yaitu dengan iman yang benar dan diterima oleh Allah Swt.

Tingkat Al-bir

Peringkat ini akan dihuni oleh mereka yang masuk kategoi Al-abror, hal ini sesuai dengan amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari ibadah-ibadah sunnah serta segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah Swt. hal ini dilakukan setelah mereka melakukan hal yang wajib, yakni yang ada pada peringkat At-taqwa.

Peringkat ini disebut derajat Al-bir (kebaikan), karena derajat ini merupakan perluasan pada hal-hal yang sifatnya sunnah, sesuai sifatnya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan tambahan dari batasan-batasan yang wajib serta yang di haramkanNya. Amalan-amalan ini tidak diwajibkan oleh Allah kepada hambaNya, tetapi perintah itu bersifat anjuran, sekaligus terdapat janji pahala didalamnya.

Akan tetapi mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan masuk kedalam tingkatan Al-bir, kecuali mereka telah melaksanakan peringkat yang pertama, yaitu peringkat taqwa. Karena melaksanakan hal yang pertama menjadi syarat mutlak untuk naik keperingkat yang selanjutnya.

Dengan demikian,barang siapa yang mengklaim dirinya telah melakukan kebaikan sedang ia tidak mengimani unsure-unsur kaidaah iman dalam ihsan, serta tidak terhindar dari siksaan neraka , maka ia tidak dapat masuk kedalam peringkat ini. (Al-bir). Allah Swt. telah berfirman,

“Bukanlah kebaikan dengan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaikan itu adalah taqwa, dan datangilah rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan bertaqwalah kepada Allah agar kalian beruntung.” (Qs. Al-baqarah: 189).

“ya tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar seruan orang yang menyeru kepada iman, yaitu berimanlah kamu kepada tuhanmu, maka kamipun beriman. Ya tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang banyak berbuat baik.” (Al-imran: 193).

Tingkat ihsan

Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun, mereka adalah orang yang telah melewati tingkat pertama dan kedua (peringkat At-taqwa dan Al-bir).

Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna, maka kita akan mendapatkan kesimpulan bahwa ihsan memiliki dua sisi yaitu : Pertama, ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keiklasan dan jujur dalam beramal.

Kedua, ihsaan adalah sensntiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mendekat diri kepada Allah Swt. selama hal itu adalah sesuatu yang diridhaiNya dan dianjurkan untuk melaksanakannya.

Untuk dapat naik kemartabat ihsan dalam segala amal , hanya bisa dicapai melalui amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah Swt. serta dilakukan atas dasar mencari ridha Allah Swt.



RUKUN IMAN YANG KE 6 ( ENAM )
Dalil Al-Qur’an tentang Qada dan Qodar :
"…Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku."
[Al-Ahzab 33 :38]
"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran."
[Al-Qamar 54 : 49]
"Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah kha-zanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu."
[Al-Hijr 15 : 21]
"Sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan."
[Al-Mursalaat 77 : 22-23]
"…Kemudian engkau datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa."
[Thaahaa 20 : 40]
"…Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya."
[Al-Furqaan 25 : 2]
"Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk."
[Al-A’laa 87 : 3]




“Dan Berimanlah kamu dengan Takdir yang baik dan buruk adalah merupakan kepastian dari Allah Ta’ala”. HR. Muslim, kitab al-Iimaan, (I/38, no. 8).


Di bagian Bab yang ini Iman (percaya) kita jangan sampai keliru, harus difikirkan matang-matang dan harus benar-benar di renungkan secara mendalam, karena Allah Ta’ala bersifat Maha Suci, masa iya……. Dzat yang Maha Suci akan menyiksa atau mengganjar (memberi pahala) nanti di akherat kelak, jadi kalau begitu Allah Ta’ala menciptakan manusia tentu mengharapkan manfaat atau mengharapkan pamrih, karena kehendaknya mau menyiksa atau mengganjar, kalau demikian halnya, sucinya Allah Ta’ala itu dapat diragukan.
Namun kita juga harus percaya pada dalil diatas, kita harus percaya kepada adanya Surga dan Neraka, atau suka dan duka nanti di akherat, karena sekarang juga di dunia, kita sudah dapat merasakan kembangnya, ada suka dan duka, ada susah ada senang dan lain sebagainya. 
“Dan Kami ciptakan segala sesuatu berpasangan-pasangan supaya kamu mendapatkan pengajaran”. (Ad Dzariyat 51 : 49).
Surga dan Neraka bukan dari Allah Ta’ala, tetapi berasal dari pada hasil tekad, ucapan dan perbuatan kita sendiri selama hidup di dunia ini, sebab Allah Ta’ala menciptakan manusia cukup sekali jadi, tidak di dicicil satu persatu, “KUN FAYAKUN”, langsung jadi, cukup tidak ada kekurangan, maksud memberi cukup itu, yaitu hanya memberikan perabotnya ( perkakas/alat-alat ) saja. Apakah perabot (alat-alat) dari Allah Ta’ala? Yaitu anggota badan seperti : dua tangan, dua kaki, dua mata, dua telinga, hidung dan mulut, serta nafsu empat perkara, yaitu nafsu Amarah, Lawamah, Sawiah dan Mutmainah.
Firman Allah Ta’ala :
“Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-sekali tidaklah Rabbmu menganiaya hamba-hamba(Nya)” (QS.Fussilat 41:46)
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”.(QS. An Najm 53:39).
Maksudnya adalah jikalau kita ingin ke Neraka atau ingin balasan siksa, silahkan mengerjakan perbuatan dosa. Yaitu mengerjakan segala perbuatan buruk, karena sudah tersedia alat dari Allah Ta’ala yaitu: nafsu Amarah, Lawamah, dan Sawiah. Begitu pula kalau kita ingin ke surga atau kenikmatan, silahkan berbuat baik, Artinya mengerjakan amal perbuatan kebajikan, karena sudah tersedia pula alat dari-Nya yaitu, nafsu Mutmainah.
Begitulah sebenarnya, maka ada Surga dan Neraka, dunia begitu juga akherat, hasil tekad dan perbuatan kita selama di dunia, maka hasilnya bukan untuk orang lain, tetapi untuk milik kita sendiri, sejak di dunia sampai ke akherat.
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah alaihisalatu wasallam bersabda: "Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan." (HR Bukhari dan Muslim)
Jadi oleh sebab itu, sekarang kita semuanya harus berhati-hati, di dalam menjalankan alat dari Allah Ta’ala, harus memakai akal budi dan pemilih yang cukup, jangan terlalu banyak mempergunakan Nafsu Amarah, Lawamah dan Sawiah. Memang mustahil kalau tidak dipergunakan sama sekali, setidak-tidaknya jangan terlalu banyak, sekurang-kurangnya bisa seimbang dengan penggunaan Nafsu Mutmainah karena kita harus waspada bahwa semua hasil dari pada pekerjaan kita selama di dalam pengembaraan di alam dunia, akan menjadi miliknya sendiri, tidak akan tertukar lagi.
Bagaimanakah caranya supaya kita dapat memperbanyak menggunakan Nafsu Mutmainah dalam diri ? Tidak ada lain, kecuali kita harus berlindung kepada Allah Ta’ala dan Rosululloh, tegasnya kita harus Ma’rifat, tentu akan bisa merasa bersama-sama baik siang maupun malam dengan Allah dan Rosululloh, setiap-tiap sudah merasa tidak berpisahnya, Insya Allah biasa berbuat baik, Ibadahnya dibarengi dengan Syahnya, Negara kita juga sudah pasti akan aman, karena semua rakyatnya berkelakuan baik.

ARTI IMAN DAN MA’RIFAT

Pengertian iman dari bahasa Arab yang artinya “Percaya”. Sedangkan menurut istilah, pengertian iman adalah “membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan)”.


“Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya dan kepada Kitab yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)
Hal tersebut juga dijelaskan dalam hadits riwayat Muslim tentang iman dan rukunnya. Dari Abdullah bin Umar, ketika diminta untuk menjelaskan iman, Rasulullah bersabda, “iman itu engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya dan hari akhir serta beriman kepada ketentuan (takdir) yang baik maupun yang buruk.”
Istilah Ma'rifat berasal dari kata "Al-Ma'rifah" yang berarti “Mengetahui atau Mengenal Sesuatu.”
A. Dr. Mustafa Zahri mengemukakan salah satu pendapat Ulama Tasawuf yang mengatakan:
"Marifat adalah ketetapan hati (dalam mempercayai hadirnya) wujud yang wajib adanya (Allah) yang menggambarkan segala kesempurnaannya."
B. Asy-Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Kadiriy mengemukakan pendapat Abuth Thayyib As-Saamiriy yang mengatakan:
"Ma'rifat adalah hadirnya kebenaran Allah (pada Shufi)...dalam keadaan hatinya selalu berhubungan dengan Nur Ilahi..."
C. Imam Al-Qusyairy mengemukakan pendapat Abdur Rahman bin Muhammad bin Abdillah yang mengatakan:
"Ma'rifat membuat ketenangan dalam hati, sebagaimana ilmu pengetahuan membuat ketenangan (dalam akal pikiran). Barangsiapa yang meningkat ma'rifatnya, maka meningkat pula ketenangan (hatinya)."
D. Makrifat, menurut al-Gazali, ialah pengetahuan yang meyakinkan, yang hakiki, yang dibangun di atas dasar keyakinan yang sempurna (haqq al-yaqin). Ia tidak didapat lewat pengalaman inderawi, juga tidak lewat penalaran rasional, tetapi semata lewat kemurnian qalbu yang mendapat ilham atau limpahan nur dari Tuhan sebagai pengalaman kasyfiy atau ‘irfaniy. Teori pengetahuan ala sufi ini dipandang telah ikut melemahkan semangat seseorang untuk aktif dalam kehidupan nyata secara seimbang antara tuntutan pribadi dan sosial, antara jasmani dan ruhani.
Makrifat merupakan ilmu yang tidak menerima keraguan
yaitu ”pengetahuan” yang mantap dan mapan, yang tak tergoyahkan oleh siapapun dan apapun, karena ia adalah pengetahuan yang telah mencapai tingkat haqq al-yaqin. Inilah ilmu yang meyakinkan, yang diungkapkan oleh al-Gazali dengan rumusan sebagai berikut:
“Sesungguhnya ilmu yang meyakinkan itu ialah ilmu di mana yang menjadi obyek pengetahuan itu terbuka dengan jelas sehingga tidak ada sedikit pun keraguan terhadapnya; dan juga tidak mungkin salah satu keliru, serta tidak ada ruang di qalbu untuk itu”.
Secara definitif, makrifat menurut al-Gazali ialah:
“Terbukanya rahasia-rahasia Ketuhanan dan tersingkapnya hukum-hukum Tuhan yang meliputi segala yang ada”.
Karena itu, dapat dikatakan, bahwa obyek makrifat dalam pandangan al-Gazali mencakup pengenalan terhadap hakikat dari segala realitas yang ada. Meskipun demikian, pada kenyataannya, al-Gazali lebih banyak membahas atau mengajarkan tentang cara seseorang memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, yang memang tujuan utama dari setiap ajaran sufi. Dengan demikian, al-Gazali mendefinisikan makrifat dengan.
Maksudnya : “ Memandang kepada wajah Allah ta’ala.”
Makrifat dalam arti yang sesungguhnya, menurut al-Gazali, tidak dapat dicapai lewat indera atau akal, melainkan lewat n¬ur yang diilhamkan Allah ke dalam qalbu. Melalui pengalaman sufistik seperti inilah, didapat pengetahuan dalam bentuk kasyf. Dengan kata lain, makrifat bukanlah pengetahuan yang dihasilkan lewat membaca, meneliti, atau merenung, tetapi ia adalah apa yang disampaikan Tuhan kepada seseorang dalam pengalaman spiritual langsung.


“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat per¬umpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu. (QS. An-Nuur 24:35)
sebagaimana dicontohkan oleh al-Ghazali, misalnya Ali bin Abi Thalib, Ja'far Shadiq, diceritakan :
Ketika Ali ditanya oleh seseorang, "Wahai Amir al-Mu'minin, apakah engkau menyembah seseuatu yang engkau lihat atau sesuatu yang tidak engkau lihat?", Ali menjawab, "Tidak, bahkan aku menyembah dzat yang aku lihat tidak dengan mata kepalaku, tetapi dengan mata hatiku".
Demikian juga ketika Ja'far al-Shadiq R.A. ditanya "Apakah engkau melihat Allah?", ia menjawab, "Apakah aku menyembah tuhan yang tidak bisa aku lihat". Lalu ia ditanya lagi, "Bagaimana engkau dapat melihatnya pada-hal Ia (Tuhan) adalah sesuatu yang tidak terjangkau oleh peng-lihatan". Ja'far Shadiq menegaskan: "Mata tidak bisa melihat Tuhan dengan penglihatannya, tetapi hati bisa melihat-Nya dengan hakikat iman. Ia tidak mungkin dapat diindera oleh pan-caindera dan dipersamakan dengan manusia.”
Tingkatan ma'rifat, menurut al-Ghazali berjenjang sesuai dengan tingkatan iman seseorang. Karena itu, tingkatan ma'rifat dibagi menjadi tiga sesuai dengan tingkatan iman seseorang. Tiga tingkatan tersebut yaitu :
  • Tingkatan pertama; imannya orang awam. Iman dalam tingkatan ini adalah iman taqlid yang murni.
  • Tingkatan kedua; Imannya para ahli kalam. Mereka adalah orang-orang yang mengaku ahli akal dan berpikir atau mengaku sebagai tokoh penelitian dan istidlal.
  • Tingkatan ketiga; Imannya para 'arifin yaitu orang-orang yang menyaksikan dengan 'ainul yaqin.
Dari keterangan di atas, kita bisa tahu perbedaan antara Iman dan Ma’rifat, dengan demikian kita diwajibkan percaya dan mengetahui adanya Allah Ta’ala (Ma’rifat kepada Allah Ta’ala). Karena tatkala iman kita tidak beserta Shidiq-Nya, maka iman kita adalah dikategorikan iman Taqlid (ikut-ikutan), percaya kepada Allah Ta’ala hanya sekedar dari katanya, atau dari keterangan kitab saja.
Iman kepada Allah hanya sekedar percaya, karena adanya ciptaan-Nya, seperti langit, bumi dan sebagainya adalah hal yang biasa diucapkan oleh sipapun, bukan hanya kita sebagai umat Islam, mereka yang tidak menganut ajaran agama islam pun percaya kalau Bumi, langit, dan isinya adalah Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Kalau demikian apakah bedanya antara kita umat islam dan mereka selain islam????, ataukah karena adanya rukun – rukun dalam islam, bukankah dalam agama lain pun ada, mungkin dalam kontek bahasanya saja yang berbeda.
Bukankah kita tahu kalau Islam adalah agama Yang Paling Mulia dari agama lain, sebagaimana :


“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS: Al-Maidah Ayat:3)


“Sesungguhnya Agama di sisi Allah ialah Islam. Dan orang-orang yang diberikan Kitab itu tidak berselisih melainkan setelah sampai kepada mereka pengetahuan yang sah tentang kebenarannya semata-mata kerana hasad dengki yang ada dalam kalangan mereka. Dan , sesiapa yang kufur ingkar akan ayat-ayat keterangan Allah, maka sesungguhnya Allah Amat segera hitungan hisabNya.” (QS Ali-Imran 3:19).
Sedemikian mulianya Islam, namun apakah yang membedakan islam dari agama lainya??? Dikarenakan didalam Islam ada Hak Untuk Ma’rifat kepada Allah Ta’ala, dan sebagai bukti Rosullallah sendiri di Mi’rajkan untuk bermuajahah (bertemu) dengan sang Kholiq, dan diperintahkannya Sholat lima waktu sebagai jalan umatnya dapat bermuajahah (bertemu) dengan Allah Ta’ala, atau sebagai pengingat sebagaimana ia pernah bermuajahah selagi ia berada didalam alam Arwah.


“Dan dirikanlah sholat, sebagai pengingat kepada-KU.”(QS Toha 20:14)


“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengata-kan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS Al-A’raf 7: 172).
Islam adalah agama yang dibawa Rosulullah, sebagai penyempurna dari agama agama tauhid sebelumnya, dimana ianya membimbing umatnya untuk bisa Ma’rifat kepada Allah dan Rosulullah.
Untuk itulah wajib untuk kita menjadi Islam secara keseluruhan, baik lahiriyah maupun bathiniahnya, sehingga kita bisa diakui menjadi ummat Rosulullah SAW. Karena Hanya Ummat yang diakui Rosulullah SAW, saja mereka mamapu untuk bisa bertemu dengan Rasulullah, baik secara hakiki ataupun majazinya.
Bukankah dalam Rukun Syahadat juga di jelaskan :
Adapun rukun Syahadat itu ada 4 perkara :

1. Meng- ITSBAT-kan (Menetapkan) Dzat ALLAH
2. Meng- ITSBAT-kan (Menetapkan) Sifat ALLAH
3. Meng- ITSBAT-kan (Menetapkan) Af'al ALLAH
4. Meng- ITSBAT-kan (Menetapkan) Shidiq Rasulullah
Demikian adalah Rukun Membaca Syahadat, kita diwajibkan untuk Shidiq terhadap Rosulullah , Bagaimana kita bisa menetapkan adanya Allah Ta’ala dan Rosulullah, kalau kita sendiri belum mampu Ma’rifat kepada-Nya, kepada sifat-sifat-Nya.
Di katakana bisa menetapkan sesuatu adalah jikalau kita sudah tau apa yang akan kita tetapkan, tahu adalah menyaksikan dan mengalaminya sendiri, bukan sekedar mengucapkanya dengan mulut kita saja, atau yakin kah kita dengan apa yang kita tidak tahu..???, sebab kalau hanya mengucap,dan katanya yakin anak seusia dini pun pasti bisa. Maka daripada itu pengertian syahadat adalah tahu dan mengalaminya sendiri.
Umpama kita menonton film, tapi kita tidak menyaksikannya sendiri, kita hanya duduk,tapi asik dengan diri kita sendiri, apakah dikatakan kita menyaksikan film tersebut..??? dan akankah kita bisa menikmati isi cerita dari film tersebut..??? tentu jawabanya adalah tidak..!!!
Demikian juga dalam Bab Agama, disarankan bagi yang membaca buku ini, jangan dulu mengatakan tidak percaya, dan macam-macam. Karena dizaman sekarang ini, pikiran orang sudah lebih rasional,dan tidak mau untuk dibodohi lagi, ingat kata ucapan Orang-orang tua dulu : “BATU TURUN, KEUSIK NAEK”(Batu Turun, Pasir Naik) dan itu tidak ada yang Mustahil Bagi Allah Ta’ala, Yang Tua Jadi Bodoh, dan Yang Muda akan lebih Pandai..
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu “keyakinan” (QS: Al-Hijr Ayat: 99)
Sebagaimana Perjalan Nabi Muhammad Saw yang dimulai dari ma’rifat, tarekat, hakikat dan akhirnya sampai pada syariat. Maka Ilmu untuk mengenal Allah sendiri terbagi dua,ada yang dari atas ke bawah, seperti Rosulullah, Para Wali, Para Sufi, dan sebagainya, dan ada yang memulainya dari bawah, seperti kita kebanyakan. (diterangkan di bab-bab awal). Maka Perjalanan tersebut terbagi menjadi 4 (empat) bagian :
  1. Ilmu Syari’at
  1. Ilmu Tarekat
  1. Ilmu Hakikat
  1. Ilmu Ma’rifat
Dan di zaman sekarang seorang muslim terkadang telah dipusingkan atau dikotak-kotak dalam perbedaan antara Syari'at, Tarekat, Hakikat dan Makrifat. Sebenarnya apa itu semua, apakah itu sebuah kajian akademik ataukah sebuah dogma. Untuk demikian mari kita mengenal ke 4 (empat) nya secara singkat :


  • Syari’at
Adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini. Sumber syariat adalah Al-Qur'an, As-Sunnah.
  • Tarekat
Bahasa Arab: طرق, transliterasi: Tariqah, berarti "jalan" atau "metode", dan mengacu pada aliran kegamaan tasawuf atau sufisme/ mistisme Islam. Di zaman sekarang ini, tarekat merupakan jalan (pengajian) yang mengajak ke jalan Ilahiyah dengan cara suluk (taqarrub) yang biasanya dilakukan oleh salik.
  • Hakikat (Haqiqat)
Adalah kata benda yang berarti kebenaran atau yang benar-¬benar ada. Yang berasal dari kata hak (al-Haq), yang berarti milik (ke¬punyaan) atau benar (kebenaran). kata Haq, secara khusus oleh orang-orang sufi sering digunakan sebagai istilah untuk Allah, sebagai pokok (sumber) dari segala kebenaran, sedangkan yang berlawanan dengan itu semuanya disebut batil (yang tidak benar).
  • Makrifat
berarti pengetahuan yang hakiki tentang Ilahiyah. Dengan orang menjalankan Syari'at, masuk Tarekat, kemudian ber-Hakikat untuk mendapatkan Makrifatullah sehingga menjadi hamba yang selalu mendekatkan diri setiap detik hanya ke Allah.
Makrifat adalah bertemu dan mencairnya kebenaran yang hakiki: yang disimbolkan saat Muhammad saw bertemu jibril, hakikat saat dia mencoba untuk merenungkan berbagai perintah untuk iqra, tarekat saat muhammad saw berjuang untuk menegakkan jalannya dan syariat adalah saat muhammad saw mendapat perintah untuk sholat saat isra mikraj yang merupakan puncak pendakian tertinggi yang harus dilaksanakan oleh umat muslim. (Sudah dijelaskan secara rinci di Bab Sebelumnya).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar